Pagi yang hangat, sinar matahari mencoba menunjukkan kekuasannya
kepada siapapun. Dia cukup agresif pagi ini, terlalu cepat aku rasa hangatnya
menyebar, menuju ke ambang terik. Tapi tak peduli bagaimana panasnya cuaca
diluar sana, aku masih bergelut dengan bantal guling dan selimutku. Udara yang
semilir keluar dari pendingin ruangan tanpa henti, membuatku semakin malas
menjejakkan kakiku kemana-mana. Ada alasan lain kenapa aku enggan beranjak,
karena banyaknya pikiran yang mengisi logikaku. Serta kenyataan yang aku hadapi
dan berusaha nikmati untuk beberapa hari terakhir.
"Apa lagi sih yang lo pertahanin ? Tuhan udah kasih semua
tanda-Nya biar elo sadar. Lo liat. Di luar sana masih banyak yang sayang sama
lo, dan sekarang lo lebih milih buat bertahan di situasi yang kayak gini ?" Temanku meluapkan sebagian emosi dan keheranannya kepadaku.
Dia hanya tidak bisa terima kenapa aku masih bertahan di situasi yang di
anggapnya hanya menyianyiakan waktuku.
"Gue juga tau. Terus gue harus gimana ?" Aku membalas perkataannya.
"Lo sebenarnya tau harus kayak gimana. Lepasin. Kasihan hati
lo." Masih dengan kukuhnya dia meyakinkanku.
"Iya. Entah gue sebenarnya ga tau apa ga mau
melakukannya." Kata-kataku menjadi akhir perbincangan
kami. Terdapat kegamangan yang luar biasa yang aku rasakan. Bahkan aku masih
belum percaya bahwa semuanya harus aku tentukan secepat ini.
Masalah ini terdengar klasik. Hanya masalah antara dua anak
manusia yang bertahan dalam situasinya sendiri. Menciptakan ketidaknyamanan
diantara mereka dan salah satunya malah acuh seakan tidak mau tau tentang apa
yang terjadi. Entah itu ia lakukan atas dasar keinginan hati, atau memang agar
yang satunya lagi menyerah dengan sendirinya. Begitulah perilaku manusia ketika
ego menaungi dan perasaan didahulukan. Keras kepala.
"Memang dia gak punya saudara perempuan ? Ibu ? sepupu ?
teman ? atau apalah. Kok bisa sih dengan gampangnya dia membolak-balikkan
perasaan wanita ? Bukankah dia sedang memiliki masalah ? Sesakit apa dia sekarang ?" pikiranku
masih saja mengambang entah kemana. Mencari jawaban atas setiap pertanyaan yang
aku temui.
Bip. Bip. Bip.
Suara tanda pesan masuk. Sedari tadi memang aku sedang asyik
berbalas pesan dengan seorang teman. Membicarakan tentang serunya masa lalu. Flashback kalo kata
orang-orang sih. Ada banyak hal yang ia ceritakan kepadaku. Terlebih ini
tentang seseorang yang ternyata sedari dulu memendam rasanya kepadaku. Ia
memberitahukan setidaknya semua hal yang ingin aku ketahui, membuka kembali
pemikiranku yang selama ini mungkin hanya terfokus pada satu orang.
"Dia sayang sama lo. Sampe sekarang. Lo ngerasa ga sih
?" Tanyanya kepadaku.
Siapapun orangnya saat ini, aku tidak tau harus merasakan apa-apa.
Aku sendiri merasa aku belum siap mencintai kembali dengan hati yang aku
sendiri tau, masih menyisakan retakan disetiap sisinya. Hatiku masih belum
pulih. Masih butuh waktu, entah sampai kapan. Karena bagaimana aku akan
mencintai seseorang dengan sehat dan baik, jika keadaanku sendiri sakit dan
lemah.
Hidup ini selalu seimbang bukan ? Karena kita tidak akan merasakan
bagimana sedih yang teramat sakit, bila kita tidak tau bagaimana manisnya
kebahagiaan. Disetiap keadaan gelap akan selalu ada ujung yang terang. Begitu
juga ketika kita merasa berada di titik terlemah, aku merasa bahwa perlahan
tapi pasti roda kehidupan akan bergerak keatas kembali. Menuju kebahagiaan yang
aku idamkan. Untuk sekarang sepertinya aku menghadirkan self protection yang dulu sempat menghilang entah kemana. Sometimes you have to try not to care, no
matter how much you do, because sometimes you can mean nothing to someone who
means so much to you. It’s not pride. It’s self respect. Ada yang berkata
seperti itu.
Bagaimana
bisa aku menyalahkan Tuhan untuk semua yang tidak berjalan sesuai rencanaku ? Dia
selalu bisa adil dan bijaksana dengan cara-Nya sendiri., karena aku merasa dia
seakan memberikan ‘sakit’, sekaligus ‘obat’nya. Meski pahit, tapi sakit akan
bisa sembuh dengan prosesnya sendiri. Karena ia mengirimkan ‘sakit’ ketika ada
yang melangkah pergi, sekaligus mengirimkan ‘obat’, yaitu seseorang yang
menenangkanku disetiap kondisi. Tuhan itu keren kan ? Maka aku berpikir
kembali, bahwa proses yang rasanya campur aduk seperti nano-nano ini akan aku
nikmati, sehebat apapun sakit dan kenyataan yang akan aku hadapi nanti, aku tau
Tuhan selalu mendengar doaku untuk selalu menguatkan dan membantuku untuk
ikhlas melalui tangan-tanganNya yang tak terlihat.
“I believe everything
happens for a reason. People change so you can learn how to let go. Things go
wrong, so that you appreciate them when they’re right. You belive lies, so you
eventually learn to trust no one but yourself, and sometimes good things fall
apart so better things can fall together.” Kalimat yang mendadak membangunkanku dari rasa
kelabu, kubaca entah dimana. Tapi terimakasih ku haturkan untuk siapapun yang
sudah menciptakan kalimat magic ini.
Akhirnya, aku memilih untuk melepasnya. Bukan hanya untuk ketenanganku, tapi juga untuk kebahagiaannya.
No backsong
Jakarta, March 16 2013 || 20:10 WIB
No comments:
Post a Comment