Surat untuk diri sendiri di tahun mendatang - Part 1

Thursday, April 20, 2017

Teruntuk diriku sendiri, di lima atau sepuluh tahun mendatang.

Hai, bagaimana keadaanmu hari ini ? apakah akan lebih baik daripada hari ini ?
Apakah kebebasan bertindak yang seringkali kamu impikan, sedikit bisa terwujud ?
Semoga saja, “Iya” jawabmu meski sambil berbisik.

Jika pada hari ini, terbaca olehmu post usang yang tertulis kala usiamu masih 25 tahun. Usia seperempat abad yang menuntutmu memiliki banyak pencapaian lebih dari adik-adikmu. Untuk membuktikan bahwa keluarga—terutama kedua orangtua—sukses mendidik anaknya. Akan ada sedikit pengingat untuk diri, yang mungkin sekarang telah memiliki jauh lebih banyak tanggung jawab. Keluarga kecilmu dengan Dia yang kamu sayangi.

Apakah telah ada malaikat kecil sebagai pelengkap hari ? Bagaimana rupanya ? Lucu dan menggemaskan ya sepertinya. Sebagaimana tingkah diri yang seringkali diceritakan oleh keluarga dan mereka yang acap kali menimangmu ketika masih kecil. Pasti telah banyak pemikiran dan impian-impian yang diri dan Dia rumuskan untuk masa depannya. Seru sekali memikirkan bagaimana pencapaian itu akan terjadi dengan dibarengi langkahmu di sisinya.

Sebelum semua hal selesai diterapkan,  satu hal pertama yang akan aku ingatkan; 
Jangan biarkan malaikat kecilmu selalu menuruti apa maumu. Biarkan ia mengambil langkah yang ia inginkan, hargai dan dukunglah.

Jangan biarkan segala hal yang tidak mampu diri sendiri lakukan pada masa lampau, menjadi tolak ukur untuk segala hal baik yang harus malaikat kecilmu lakukan. Ia tidak pernah memilih untuk menjadi seseorang yang akan mengemban tanggung jawab atas ketidakmampuanmu di masa lalu. Jadi, jangan jadikan ia salah satu jembatanmu, kecuali ia menginginkannya.

Jangan selalu mengambil alih segala pilihan yang akan ia tapaki kedepannya dan membuatnya terkesan untuk diam tak bisa mengungkapkan pendapat, sebagaimana yang pernah diri sendiri pernah alami. Karena ketika nanti ia dewasa, ia akan sedikit kesusahan dalam mengambil keputusan-keputusan untuk hidupnya. Biarkan ia belajar bertanggung jawab sedari dini untuk segala keputusan yang ia ambil. Ajarkan ia bahwa dirinya sendiri adalah pribadi yang harus dihormati pandangan dan keberadaannya, tidak hanya orang lain. Hingga nanti yang ia sadari, bahwa tidak mudah bagi orang lain untuk mempengaruhi prinsip hidupnya, ataupun mencemooh pendapatnya. Karena ia tau bahwa dirinya seberharga itu, dengan porsi yang seharusnya. Tidak kurang, pun tidak berlebihan hingga mengecilkan orang lain.

Tidakkah ingat bagaimana di malam-malam tertentu, upaya diri untuk tertidur malah berujung berbagai macam evaluasi diri atas segala hal yang tidak selesai diwujudkan. Membuatmu menangis, mengutuki ketidakmampuan dan berakhir dengan keinginan lari dari segala tanggung jawab. Jangan sampai malaikat kecilmu mengalami hal yang sama. Biarkan ia bersyukur untuk segala kekalahan atau kemenangannya di kemudian hari, dengan sepenuh hati bahwa dirinya sendiri juga menyumbangkan langkah untuk mengambil keputusan besar tersebut. Dan tak lupa rasa haru yang menyelimuti untuk menyadari bahwa dirinya telah didorong dan didukung penuh oleh keluarga kecil yang teramat menyayangi dan menghargai segala keputusannya, sedari awal.

Pertimbanganmu mungkin akan jauh diatas dari ia yang belum mengetahui apapun, tapi setiap manusia akan selalu memiliki keinginan atas kebebasannya sendiri. Belajarlah dari dirimu sendiri yang 25 tahun telah hidup dan masih menginginkan kebebasan tersebut.

Cukup berikan pandangan lain dari setiap langkah yang akan ia tuju, tidak selalu bicara akan batasan
Cukup berikan jalan yang entah akan lebar atau sempit, setidaknya berikan Ia tempat untuk menapak
Cukup berikan Ia ruang untuk mengambil alih tanggung jawab dan menyelesaikannya
Cukup berikan Ia pelukan ketika lelah terlihat saat ia berusaha, ucapkan bahwa apapun pencapaian baik yang ia lakukan adalah kebanggaanmu
Cukup ajarkan hal tersebut untuk menjadi kebiasaan pada diri sendiri.

Bebaskan ia dengan sewajarnya, sebelum ia memaksa untuk lari darimu, dan menghukum diri tak berkesudahan.






Backsound : Dive - Ed Sheeran
Ketika ingin belajar untuk mencintai  seseorang dengan  memberikannya kebebasan seperlu yang ia inginkan.






WHAT IF - Terimakasih untuk hadir


Jika saja memang benar bahwa cupid itu ada, tolong sampaikan rasa terimakasih yang tak berkesudahan untuknya. Karena panahnya, saya kembali menjadi seseorang yang penuh harapan.



Ternyata memiliki hidup yang seakan bermimpi tak bertepi, terasa sedikit agak melelahkan. Seperti itulah rupa beberapa waktu terakhir yang saya miliki. Ingin bermimpi, tapi lelah. Ingin terbangun, terlalu bosan akan pengulangan kebiasaan.


Hingga akhirnya tiba waktu sang Universe dan segala permaianannya, Tuhan dan segala bentuk karunia-Nya. Seringkali usil dan mencoba membuat saya tersipu dengan semua kemungkinan yang hampir tidak pernah dipikirkan. Jangankan terpikir, membayangkan saja  tak sampai.

Saya merasakan kembali satu titik di priode kebahagiaan dalam hidup. Pengulangan yang saya pikir, tidak pernah akan sama. Tidak banyak letupan kasmaran yang mungkin seringkali ditemui di kisah kasih semasa sekolah, ataupun perangai jatuh cinta yang menginginkan keberadaan 24 jam di sekitar kekasih. Sama sekali tidak banyak, bahkan jarang sekali terjadi.

Letupan yang saya temui adalah perasaan tenang ketika harus berbulan-bulan menempuh hubungan jarak jauh, bukan lagi harus resah takut akan kehadiran pihak ketiga, dan seterusnya. Bagaikan menemukan anak tangga hidup yang hilang, karena memiliki pasangan yang mencoba membantu saya menggapai, apa saja yang telah dan akan saya mulai. Letupan perasaan senang ketika akhirnya waktu pertemuan tiba, dengan sesekali pertanyaan ke diri sendiri, bahwa ternyata berpuluh purnama seringkali tidak terasa akan berakhir. Timbunan rasa lega untuk menikmati rasa dicemburui dengan sewajarnya, dan dibebaskan dengan sepantasnya. Tak lupa rentetan rasa syukur dan senyum, kala ada yang berbahagia akan kehadiran saya dan khawatir akan ketidakberadaan saya, bahkan tak henti berucap, kamu datang di waktu yang tepat”.

Segalanya terasa jauh lebih mudah dari yang seharusnya. Seringkali merasa sedikit takut, bahwa kebahagiaan akan cepat sekali berakhir justru ketika tanpa persiapan sama sekali. Tapi sekali lagi, ada genggaman yang menguatkan, seakan berkata bahwa meskipun saya berbahagia, sedikit adu pendapat dan emosi akan selalu dibutuhkan. Karena apapun yang akan terjadi kedepannya, bahkan perseteruan singkat pun akan menjadi hal yang dirindukan, bukan lagi menjadi salah satu alasan untuk menyerah.

Meskipun seringkali menahan diri untuk tidak berharap terlalu tinggi, tetapi selalu saja ada alasan untuk akhirnya merapal doa semakin jadi.


“Ya Allah, bila memang tidak semudah itu, maka kuatkan dan tak lupa, lancarkan.”









Throwback Story from April, 2018
To someone who always wondering,
Me and Myself







Perihal semestinya hati

Sunday, April 02, 2017

Mencintai sesuatu itu tidak pernah mudah. Karena tidak semua yang me(ngaku)cinta memiliki hati, dan yang memiliki hati tidak selalu bisa mempergunakannya dengan semestinya. – Myta





Seperti halnya menulis sesuatu yang sudah menggunung di otak, tidak pernah mudah. Terkadang inginmu tidak selalu bisa berjalan dengan mulus. Entah waktu yang tidak memadai, atau memang akan kalah dengan hasrat lelah ingin melakukan hal yang lain.

Seperti halnya juga ketika kita jatuh dan mencintai seseorang yang mungkin sudah terasa bagaikan cinta mati, bila jauh adanya rindu dan dekat adanya rasa ingin selalu bersama. Padahal untuk berbicara tentang cinta, tidak akan terlepas dari bagaimana proses penitipan hati seseorang kepada pemilik yang lain. PE-NI-TI-PAN, judulnya. Tapi seringkali tidak dijaga dengan baik, bahkan dikembalikan dengan kondisi yang hancur tak bersisa, ataupun banyak retak yang tak wajar. Kamu pasti pernah merasakannya, meski hanya sepintas. Sayangnya, penitipan itu tidak disertakan garansi untuk menggugat bila ada kerusakan, hanya bisa pasrah menerima adanya.

Bagi yang mengaku cinta, tidak semuanya memiliki hati pada tempatnya. Bisa jadi karena pertimbangan waktu yang dijalani sudah terlalu lama, merasa punya janji dengan keluarga,atas dasar senang memiliki banyak fans dan lain sebagainya. Terlalu banyak, miris. Bisa jadi hati yang dimiliki, hanya sebagai kamuflase untuk mematikan pertanyaan masyarakat. Meskipun memang tak sedikit juga yang memang menjatuhkan hatinya dengan sedalam-dalamnya, kepada pasangan hatinya.

Maka benarlah bila ada pepatah yang berbicara bahwa sepahit-pahitnya memiliki harapan, adalah harapan kepada sesama manusia. Bukan tempat terbaik meletakkan cinta yang sesungguhnya, tapi seringkali kita lupa dan terlena untuk mendapatkan kepuasan sesaat. Kepuasan yang diberi label sendiri; kebahagiaan yang lebih berdua. Tapi terkadang malah berakhir dengan berjuang sendiri.

Walaupun mungkin kamu, kamu ataupun kamu memiliki hati, yakin sudah kamu gunakan dengan semestinya ?

Bila memang sudah, yakin telah meletakkannya pada orang yang sepantasnya ?

Karena seringkali kita—bahkan sayapun juga—tidak mempergunakan hati dengan seharusnya. Mengubah diri menjadi lebih egois dan berubah untuk sedikit mengendurkan rasa cemas untuk diri sendiri, tapi menambah rasa takut kehilangan yang luar biasa untuk orang lain. Membangun dinding harapan yang tinggi, tanpa melihat apakah ada yang bersiap untuk membangun bersama, bukan malah memilih menjaga sendirian, tanpa sadar bahwa dinding itu bisa saja runtuh tanpa ada alasan.

Selelah apapun rasa yang sudah dimiliki, tidak kunjung jua meletakkan hati yang salah. Terus saja memaksakan kehendak, hingga akhirnya kehabisan daya untuk mendorong hanya dari satu sisi. Bodohnya.

Maka, bersyukurlah kamu yang mungkin sudah menemukan hati yang sebaik-baiknya pemilik. Kamu lulus dalam ujian untuk mempergunakan hati dengan sebagaimana mestinya.

Berbahagialah,
Dan jagalah.






Jambi, April 2017
Backsong Biarlah - Raisa





 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS