Pernah. Di suatu waktu.

Friday, March 11, 2016

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki dengan kata cinta yang jarang terucap, bukan berarti ia tidak cinta. Tetapi perempuan itu menyadari bahwa segala perbuatan sang lelaki. Hanyalah untuk membahagiakannya. Meski terkadang caranya cukup sulit untuk dimengerti dengan sekali waktu. Butuh di pelajari setiap hari.

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki yang jarang tersenyum, layaknya para lelaki lain yang memberi angin segar bagi para wanita yang mencintainya. Tapi ketika ia tersenyum meski hanya sekilas, perempuan itu tau bahwa lelakinya berbahagia lebih dari itu. Dan ia tau bahwa senyum terbanyaknya hanya milik orang yang lelaki itu cintai.

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki yang tidak terlalu suka dengan keramaian. Karena baginya tidak perlu ramai, bila pelukan tiada henti bisa mewakili salah satu quality time. Lelaki itu terkadang lebih suka menghabiskan waktu hanya berdua, tanpa ada interupsi dari dunia lainnya.

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki yang tidak pernah melarang perempuannya dalam mengejar segala mimpinya. Tidak peduli dimana, asalkan sang perempuan tetap meletakkan ia dalam berbagai prioritasnya, dan menjaga untuk menyeimbangkan hidup, lelaki itu akan membebaskannya. Karena ia sadar bahwa perempuannya akan kembali pulang kepadanya.

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki yang tak hilang jiwa kekanakannya. Menjadi tua adalah pasti bagi setiap manusia, namun dewasa adalah pilihan -- kalimat itu yang sering terdengar. Benar adanya. Lelaki yang ia cintai memang tidak semuda itu lagi, pun ia belum setua yang dibayangkan. Tapi ia bukan lagi anak kecil. Namun seringkali tingkahnya membuat perempuan itu membayangkan sedang memadu kasih dengan seorang bocah laki-laki. Kepolosannya, kebiasaannya, makanan favoritnya, hingga cara ia menyelesaikan hal kesukaannya. Perempuan itu jatuh cinta bahkan ketika sang lelaki meminta hanya dititipkan cokelat kesukaannya atau mainan kesukaannya.

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki yang akan selalu menghabiskan masakan yang ia hidangkan. Perempuan itu bukanlah seorang perempuan yang bertalenta di dapur, namun ketika ia sedang belajar untuk menghidangkan sesuatu yang layak kepada lelakinya, bagaimanapun rasanya, sang lelaki akan selalu menandaskan piringnya, dan kemudian mengucapkan terima kasih.

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki tanpa basa-basi. Jarang sekali terlontar kata rayu yang mendayu. Seringkali malah terlalu langsung tepat sasaran. Perempuan itu pun akhirnya tak perlu bersusah payah mengandalkan segala kode, hanya cukup katakan. Meminta apa yang diinginkan.

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki yang memikirkan segala sesuatunya dengan segala kemungkinannya. Menjadi batas dari segala obsesi sang perempuan yang seringkali tak terbendung alurnya. Menjadi penguat dari segala ke-pesimis-an hidup yang terkadang merundung perasaan. Menjadi sisi lain dari jalan keluar masalah yang seringkali tidak terlihat sebelumnya.

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki yang terlalu kaku untuk membaur dengan dunia barunya. Apalagi dengan dunia perempuannya yang lebih berwarna dari dirinya. Tapi bukan berarti ia akhirnya membatasi. Namun seringkali tingkah lelaki itu dianggap tidak menghargai, ketika yang ia sebenarnya rasakan adalah tidak tahu bagaimana untuk memulai.

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki yang tidak pernah menuntutnya terlalu banyak, bahkan dalam hal fisik yang semestinya sesempurna itu, sebagaimana lelaki lain mungkin pinta. Lelaki itu menerima sang perempuan dalam keadaan yang bagaimanapun perempuan itu pernah menjadi, dan sudah menjadi.

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki yang tidak terbisa memberikan suatu kejutan, bersikap romantis atau memberikan sesuatu di tanggal-tanggal tertentu. Tapi ketika ia melakukannya, tanpa mungkin lelaki itu sadari, perempuan itu akhirnya jatuh cinta lebih dalam lagi kepadanya.

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki yang tidak sesempurna itu untuk dibilang lelaki impian. Bahkan jauh dari kata sempurna.

Perempuan itu pernah mencintai seorang lelaki yang pernah ia sebutkan namanya di dalam doa,
menunjukkan kepada Tuhannya, lelaki mana yang ia harapkan untuk menjadi imam bagi keluarga kecilnya nanti.

Butuh waktu yang tidak sebentar untuk sang perempuan mengerti segala cara mencintai sang lelaki kepadanya.

Pernah. Di suatu waktu.









Jambi, Maret 2016
Terinspirasi dari Novel "Twivortiare 2" by Ika Natassa dan sedikit kenangan






 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS