Puncak Prau - Dieng #ExploreIndonesia

Monday, June 15, 2015

Liburan ke pantai ? Sudah biasa. Hal yang menyenangkan yang akan selalu aku iya-kan untuk setiap kali berliburan. Bagaimana tidak, aku sangat mencintai pantai, bahkan baru beberapa menit berpisah seakan sudah merasakan rindu akan segala hal yang ia miliki. Layaknya sepasang kekasih yang memiliki hubungan jarak jauh.

Tapi kisah untuk #TripThree kali ini sedikit berbeda, terngiang beberapa bulan yang lalu, kala sehabis liburan di beberapa pantai. Aku berucap tanpa pemikiran panjang, "Aku pengen deh nanti liburan ke gunung. Beberapa puncak sekaligus dalam #TripThree." Haha. Celotehan iseng.

Namun celotehan itu kini bukan lagi kalimat tak bermakna, hingga ketika Tuhan menjadikannya nyata. Aku yang lebih memilih membuka sepatu dan merasakan debur ombak, kini harus mengikat tali sepatu dengan lebih kencang lagi, untuk menapak jalan menuju ke puncak gunung.

Kamis, 04 Juni 2015

Lari, latihan fisik beberapa olahraga ringan. Ngos-ngosan. Banget. Demi mempersiapkan diri di hari H. Hajar terus.

Jum'at, 05 Juni 2015

Masih, dengan schedule yang sama. Lari dan melakukan beberaa latihan fisik di sore hari.

Selasa, 09 Juni 2015

Hari terakhir untuk berolahraga dan melakukan beberapa latihan persiapan diri. Minimal badan sudah sedikit bergerak dari kemarin. Schedule yang padat, entah karena olahraga atau kegiatan lainnya.

Rabu, 10 Juni 2015

Hari rabu yang cerah, aku dan Amih memutuskan untuk mencoba menaiki gunung Munara yang berada di bogor. Tempat yang sebenarnya sudah mulai diketahui banyak orang ini lebih tepatnya terletak di daerah Rumpin - Bogor. Bagi yang ingin menuju ketempat ini, mungkin bisa melewati daerah Cisauk menuju ke Rumpin, atau melalui parung panjang. Bedanya, memang jarak dari arah Cisauk ke tempat ini memang lebih dekat, tapi jalannya sangat-sangat berantakan. Kayak hati yang abis di tinggalin pas lagi sayang-sayangnya. Kalau lebih memilih lewat jalan Parung Panjang, memang akan lebih jauh dengan jarak sedikit memutar, tapi perjalanan akan lebih nyaman dengan jalanan yang bagus. Jarak yang ditempuh sekitar 1 - 2 jam perjalanan.
Sesampainya di lokasi, hal yang pertama dilakukan adalah melapor ke pos tiket dan membayar retribusi sejumlah 5ribu / orang. Di sana banyak sekali warung jajanan atau toilet umum bagi yang urgent. Well, disinilah awal akhirnya aku menanjak kembali, setelah 3 tahun lebih lupa bagaimana rasanya menanjak ke gunung.

Jalanan menuju ke puncak sebenarya sudah tersedia, meskipun memang kanan kiri yang akan kita temui adalah hutan dan bebatuan. Namun bila merasa butuh bantuan, coba saja dipandu oleh warga setempat. Lucunya, bahkan yang akan memandu adalah anak-anak kecil warga setempat yang sudah biasa naik turun gunung. Aku merasa kalah. *tear*

Amih yang sudah pernah berjalan ke puncak, akhirnya memandu aku untuk menuju ke atas. Awalnya memang agak sedikit landai, tapi lama kelamaan kok ya agak curam dan benar-benar menanjak ya. *ngosngosan* Padahal lagi ga bawa apapun kecuali tas selempang kecil. Perjalanan dari bawah dimulai pukul 08.00 WIB, dan sesekali bertemu dengan pendaki yang turun dari atas. Jangan heran melihat mereka yang datang untuk menuju puncak bahkan anak sekolahan, atau wanita. Mereka seakan sudah terbiasa dengan ketinggian gunung ini.

Dengan beberapa kali istirahat, maklum, anak pantai mencoba ke gunung, badannya kaget. Akhirnya melewati beberapa situs di gunung Munara ini, sebut saja Situs kabayan, dan lain sebagainya. Jalanannya sebenarnya tidak terlalu panas karena tertutupi oleh banyak pepohonan. Tapi memang rute yang ada semakin keatas semakin menanjak dan dibutuhkan ketelitian agar tidak terpeleset. Sepanjang jalan pun juga di beberapa titik tersedia banyak warung jajanan, tapi memang harga yang dipatok agak tinggi. Tipikal tempat wisata di Indonesia, bisa hingga 3x lipat.

Awalnya aku mengira akan menghabiskan waktu hingga 2 jam menanjak perjalanan, dengan perjalanan pemula yang pastinya dipotong oleh istirahat. Tapi ternyata sekitar pukul 09.00 WIB, kita sudah bisa menjejakkan kaki di puncak gunung Munara. Hanya 1 jam saja, tapi jangan tanya bagaimana keadaanku. Pastinya lelah, berkeringat dan ingin beristirahat.

Pemandangan diatas ternyata lumayan mengobati rasa lelah yang ada. Meskipun cuaca semakin hangat, namun semilir angin lumayan membuat keadaan tubuh sedikit adem. Tapi jangan terlalu banyak terkena matahari, bisa berkemungkinan tanpa terasa kulit anda akan terbakar. Akhirnya sampailah di puncak pertama bagian dari #TripThree , puncak dengan ketinggian 1367 mdpl.


 


Jum'at, 12 juni 2015

THE DAY. Akhirnya sampai juga di hari-hari yang ditunggu. Jumat subuh perjalanan dimulai menuju stasiun senen, bertemu dengan 6 orang lainnya yang akan nge-trip bareng dengan tujuan Gunung PRAU, Dieng. Disana sudah berkumpul Lena, Leni, Abah, Daffa, Dhedy dan Emen. Mereka adalah partner trip yang akan menghabiskan 2 hari bersama aku dan Amih.

Memulai dengan keberangkatan kereta pukul 05.30 WIB, dengan tempat duduk yang tidak beraturan karena stok tiket terbatas, kereta KUTOJOYO (cmiiw) menuju PURWOKERTO seharga 85.000/ tiket pun meninggalkan kota Jakarta.

Tidak terasa pukul 11.00 WIB, akhirnya kereta memasuki stasiun Purwokerto dan para lelaki menyempatkan diri untuk beribadah sholat Jum'at di mesjid sebelah stasiun. Setelah itu kami semua menuju ke arah terminal bus, untuk melanjutkan perjalanan ke Wonosobo. Dengan menggunakan angkot dan membayar sekitar 3 atau 4 ribu/orang. Sampailah kami di terminal. Disana sebenarnya aku janjian dengan teman yang sedang berada disana untuk kuliah, namanya Nurhidayati. Kisah kami bagaikan rangga dan cinta, saling mengunggu kedatangan masing-masing, sayangnya tepat tidak lama dia datang, bus yang aku tumpangi sudah berjalan. Akhirnya pertemuan pun tidak bisa terlaksana. *tear*

Perjalanan menuju kota Wonosobo memakan waktu sekitar 3 jam-an, dengan ongkos 30 ribu/orang setelah di tawar, kami ber-8 pun akhirnya tiba di terminal Wonosobo. Dilanjutkan dengan makan siang di terminal, dan mencari bus menuju ke arah Dieng - Patak Banteng. Harga bus menuju Dieng adalah 20 ribu/ orang. Kami pun akhirnya sampai di daerah Dieng setelah kira-kira 1 jam perjalanan dan disuguhi dengan pemandangan yang supeeeeeeeeeeeeeeer keren. *Mata ijo liat pemandangan alam*

Setelah bersiap-siap dan sholat maghrib. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung Prau melalui rute Patak Banteng, yang katanya terkenal agak sulit karena tracknya lumayan curam dan mendaki. Setelah registrasi dan menuju ke arah patak benteng, baru beberapa langkah, rasanya badan bener-bener sesak. Udara yang dingin dan kondisi saat itu lagi - dapet - hari pertama benar-benar buat saya agak keteteran. Untungnya teman-teman yang lain sangat peduli dan tanggap, nuhun yak. *salimin satu-satu*

Pos satu berisi pemeriksaan tiket oleh pihak setempat, dan akhirnya melanjutkan ke pos kedua. Pos-pos yang ada hanya berisi papan tulisan dan sedikit lapangan untuk mengistirahatkan diri. Malam itu yang menanjak ke puncak lumayan banyak, udara dingin ternyata tidak menyurutkan langkah. Tentunya dengan perlahan, berniat yang baik, berdoa sebelum berjalan keatas, akhirnya pos demi pos pun di lewati. Jalanan menuju ke pos 3 dan puncak benar-benar lumayan ekstream. Bahkan aku mesti sangat merendahkan diri hingga dada dan tangan bertemu tangan. Lelah ? Tentu. Tapi harus selalu bergerak agar badan tidak kedinginan, dan mengantisipasi terjadinya hipotermia. Apalagi teringat kalimat para sahabat yang menginginkan aku untuk membuktikan bahwa akupun bisa sampai ke puncak, tanpa harus merengek menangis setelahnya. Sesekali beristirahat dan memandang kearah langit, jangan kaget dengan taburan bintang yang sungguh memanjakan mata. Sangat indah sekali. Tapi jangan terlalu terbuai, tanjakan curam ini kanan kirinya langsung berhadapan dengan jurang, apalagi dengan pendakian malam, tentunya tingkat kewaspadaan harus semakin tinggi. Apalagi jalanan yang berupa tanah ini bisa dipastikan di siang hari akan sangat berdebu.



  


Track Patak Banteng


Perjalanan menanjak yang dimulai pukul 19.00 WIB, akhirnya sampai diatas sekitar pukul 22.00 WIB, disambut dengan angin kencang Prau yang lumayan membuat kami menggigil. Ketika para lelaki mendirikan 2 tenda untuk beristirahat, para wanita memasak untuk makan malam kami. Masakan yang sudah dibeli dari bawah, dihangatkan. Akhirnya setelah makan bersama, bahasanya mah ngariung gitu. Makan bareng-bareng di satu tempat. Kami memilih untuk beristirahat dan menunggu saatnya sunrise.

Tapi apa yang aku rasakan ? Dengan pakaian yang agak tebal, kupluk, sarung tangan hingga kaos kaki yang double, dan tidur didalam sleeping bag ternyata tidak mampu menghalangi dingin yang sangat menusuk. Entah bagaimana rasanya, aku mencoba untuk tidur tapi tidak bisa terlalu lelap. Hanya beberapa menit dan terbangun. Begitu saja hingga pagi tiba.

Sabtu. 13 Juni 2015

Tidak terasa pagi tiba dan sunrise yang ditunggu pun akhirnya muncul. Kami pun bergegas keluar tenda dan................. kakiku pun gemetar saking dinginnya udara pagi di Prau. Benar-benar butuh pengendalian diri yang ekstra untuk membuat kita berdiri lurus. Sunrisenya sangat cantik, dengan ketinggian 2565 mdpl, Prau sukses menampilkan keindahan sunrise yang diselingin beberapa gunung di Jawa lainnya sebagai background. Ada gunung slamet, merbabu, cikuray dan lain sebagainya. Ditambah dengan hamparan awan yang membentang. Subhanallah, benar-benar keindahan yang membayar letihnya malam tadi.

Selesai mengabadikan moment, sarapan pagi dan merapikan semua barang-barang, kita pun akhirnya memutuskan untuk turun dari gunung. Tidak lupa pula membawa semua sampah, karena gunung bukan TPA yang bisa seenaknya meninggalkan sampah disana. Ingat, Jangan mengambil apapun kecuali gambar, jangan meninggalkan apapun kecuali jejak langkah, dan jangan membunuh apapun kecuali waktu.






 



Pulangnya kami melewati track yang berbeda, yaitu track KALIUMBU (cmiiw). Dimana jalanannya melewati bukit teletubies, dan agak curam dengan tanah yang lembab dan kanan kirinya kembali berhadapan dengan jurang. Jalannya sesekali menyempit hingga hanyak cukup untuk satu orang saja. Tapi dengan tekad yang kuat, serta bersama-sama, segalanya menjadi lebih mudah dari seharusnya yang pastinya sulit sekali untuk pemula sepertiku. Tetap saja, pemandangan yang disuguhkan sangat memanjakan mata, kanan kiri yang terlihat adalah pepohonan, gunung dan awan yang menyelimutinya. Lumayan mengalihkan pikiran dari rasa lelah yang mulai terasa, apalagi di perjalanan ini tidak sengaja aku tergelincir, untungnya tidak terlalu parah akibatnya.



Track Kaliumbu


Perjalanan turun yang dimulai pukul 09.00 WIB, akhirnya sampai dengan pukul 12.30 WIB dibawah dan dilanjutkan dengan menuju komplek Candi Arjuna. Karena kami melewati jalan yang memutar, akhirnya diputuskan untuk menggunakan bus menuju candi tersebut. Dengan ongkos sebesar 5 ribu/orang, sampailah kami di situs candi Arjuna. Biaya masuk sebesar 10ribu/ orang, sebenarnya mencakup kawasan lainnya. Tapi karena kami hanya ingin ke komplek Candi Arjuna, kami pun menawar harga hingga dapat setengahnya menjadi 5 ribu/orang.




Puas mengelilingi situs candi ini, maka kami pun akhirnya melanjutkan perjalanan untuk menuju ke terminal wonosobo untuk membeli tiket bus menuju Jakarta. Kembali menggunakan bus dengan biaya 20 ribu/ orang, kami akhirnya sampai di terminal Wonosobo. Untungnya tiket menuju Jakarta sore itu masih bersisa. Dengan harga 100ribu/orang. Setelah istirahat sejenak, makan siang-yang sebenarnya sudah sore- dan ganti baju di toilet umum. Kami pun beranjak memasuki bus untuk segera menuju kembali ke Jakarta. Perjalanan yang ditempuh sekitar 12 jam-an. Berangkat pukul 16.30 WIB hari minggu pagi pukul 06.00 WIB sampailah di tujuan, terminal Lebak Bulus.

Akhirnya perjalanan liburan singkat di Dieng-Prau pun berakhir, dan masing-masing pulang menuju ke rumah dengan membawa pengalaman yang baru.

Hal yang aku dapatkan selama perjalanan adalah bagaimana menurunkan ego serendah-rendahnya, demi kebutuhan bersama. Mencoba untuk tidak melihat kebelakang, kecuali untuk melihat sejauh mana sudah menanjak tinggi. Memandang ke bawah (tanah) untuk memastikan segalanya tetap baik-baik saja, dan memandang keatas (langit) untuk menemukan bahwa Allah benar-benar mendampingi dengan taburan bintangnya bagaimanapun kondisi kita. Mengucap syukur bahwa diberi kesempatan untuk menunjukkan bahwa diri ini mampu menanjakkan kaki diatas, kala tidak sedikit yang meremehkan pada awalnya.

Pastinya, menanjak gunung itu susah - susah gampang, namun akan semakin terasa susah ketika kamu tidak percaya akan kekuatan diri sendiri, serta lebih mendengarkan omongan orang lain.




Terimakasih Prau, untuk segala pelajaran berharganya.
Sampai bertemu di lain kesempatan.




Jakarta, 15 Juni 2015
Selepas pembuktian diri


  
Nb :
Terimakasih Amih, Lena, Leni, Emen, Daffa, Abah, Dhedy sebagai partner perjalanan yang luar biasa.
Serta Astari, Maria, Icha, Laili, untuk semangat, petuah, hingga kepercayaannya dari awal.



 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS