#ABigDayofSasMyta (Part 1) – Pertemuan Dua Keluarga

Monday, December 11, 2017

*SNIFF* *SNIFF*

Looks like I smeel something wrong. Oh! Crap, I didn’t do one of my lovely things.
Yes, wrote down all of my “miracle” things that happened on my life.

So, here I am.

Mau cerita apa dong?
Gimana kalau cerita sedikit “kegilaan” – yet lovable things—yang sedang dihadapi beberapa saat terakhir ?
Yaitu……. 

*drums roll*

WEDDING PREPARATION (Part 1) – Pertemuan Dua Keluarga

Mungkin untuk beberapa orang, atau bisa kita katakan BANYAK ORANG, akan merasa sangat terkejut dengan pemberitaan bahwa seorang ZULFAH NURHANNI ZULAIMYTA, akan menikah dalam waktu yang….. tidak lama lagi.

Pengembaraan yang tidak terpikirkan sebelumnya, perencanan yang disusun sedemikian rupa, akhirnya harus mengalah pada keputusan takdir bahwa memang sebaik-baiknya manusia merencanakan, kejutan semesta dan ketetapan Tuhan adalah yang tak pernah mampu terduga.

Jadi, mulailah kita dengan acara Lamaran setelah sebelumnya dimulai degan ngobrol di Palembang, di akhir maret 2017 (Iya, jauh. Mumpung lagi ada acara keluarga disana, dan doi lagi bisa buat cuti sebentar). Lelaki ini memberanikan diri bertemu dan berbicara secara langsung dengan sang kepala keluarga -red : Ayah- dan ternyata tidak segampang itu. Harus ada pertemuan kedua keluarga inti yang memang sebelumnya tidak pernah terjadi. Maklum, namanya LDR (Long Distance Relainship Relationship), apalagi memang perkenalan antara dua insan yang ingin menikah ini tergolong cukup singkat, kurang dari 1 tahun saja.  Terus udah langsung memutuskan untuk menikah ? Why  Not ? Karena udah 25 tjoy, udah merasa bahwa diri membutuhkan segala yang pasti, bukan lagi janji-janji. Emangnya masa kampanye ?

Oke, lanjut.

Setelah akhirnya ada perencanaan, akhir april menjadi salah satu jalan pertama perkenalan kedua keluarga. Mr. Sasmerta akhirnya membawa kedua orangtu, adek, dan kedua om-tante nya untuk bertemu secara langsung di kediamaan saya, di Jambi. Pertemuan non formal kali ini memang di khususkan untuk pertemuan kedua keluarga, dan pembicaraan mengenai hari pernikahan.



“Jadi kalian maunya nikah nya tanggal berapa ?”
“Tanggal 17 November untuk akad, dan 19 november 2017 untuk resepsi.”

Percakapan singkat yang mendadak terjadi, karena ditanyakan mengenai tanggal keinginan kami berdua, yang memang kami sudah pernah membicarakan hal ini sebelumnya. Jadi, tidak terlalu ragu dalam menjawab. Untungnya lagi, kedua keluarga menyetujui dan merestui. 

Tidak memakan waktu lama, hanya bertandang ke rumah saya, dilanjutkan makan malam bersama di sebuah restoran dan semuanya berlangsung dengan amat sangat baik.

Kini dimulailah perjalanan sesungguhnya untuk mencapai pintu perjalanan untuk merubah status dari BELUM KAWIN, untuk menjadi KAWIN di KTP nanti.

But this is not over yet…



 




BSD, Desember 2017
Officially Mrs. Sasmerta 




Please, stay.

Wednesday, July 26, 2017




Entah Kenapa belakangan ini marak sekali berita tentang kasus bunuh diri yang dialami oleh masyarakat Indonesia. Bahkan dengan rentang jarak waktu yang tidak terlalu lama, aksi ini bahkan dilakukan oleh mereka yang terbilang masih muda. Alasannya ? Bahkan beragam. Mulai dari karena sakit hati, hingga depresi. Bahkan tidak pandang jenis kelamin, baik itu wanita maupun pria.

Disini, saya cuma bisa membaca berita yang muncul di berbagai media dengan mencoba menelaah maksud dan tujuan para pelaku. Merasa legakah mereka sekarang atas hasil dari apa yang sudah mereka lakukan ? Ataukah hanya itulah cara yang paling aman dan masuk akal, yang mereka bisa lakukan untuk mengakhiri segala rasa sakit ataupun masalah yang mereka rasakan? Just wondering.

Tidak mencoba untuk menyalahkan para pelaku ataupun mereka yang disebut sebagai penyebabnya. Tapi ya, bukankah untuk setiap asap akan selalu ada api yang menjadi sumbernya ? Baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sedikit bercerita dan berbagi kisah, entah depresi atau tidak. Bukankah hampir setiap manusia pasti akan merasakan namanya sakit hati, ataupun merasa keadaan sedang memburuk ? Begitupun saya, manusia biasa. Pasti pernah. Memiliki masalah yang kalo diperumpamakan adalah “Gak berdarah, tapi kok sakit ya ?”. Bermacam-macam alasannya. Tapi satu hal yang pasti adalah, yang paling berkemungkinan untuk menyakiti seseorang dengan hebat, adalah mereka yang paling dekat dengannya,  right ?

Dengan segala asumsi dan kesotoy-an saya, entah kenapa saya merasa bahwa mereka yang se-depresi itu hingga terpikirkan untuk melakukan aksi bunuh diri. Pasti sudah se-sakit dan se-buntu itu untuk mengetahui arah ujung hidupnya. Feels like no one to staying beside them, padalah gak perlu melakukan hal bermacam-macam. Cuma untuk tetap ada dan memastikan bahwa suara mereka yang gemetar itu akan selalu ada yang mendengar, entah sebenar atau sesalah apapun itu. Ataupun sekedar untuk bersuara, “It’s okay to be not okay, let it out” dan menepuk pundak mereka. Karena rasa apapun itu dan beban sebesar apapun yang mereka rasakan, bisa jadi adalah sebongkah batu besar yang terbentuk tidak hanya dalam satu hari. Tertahan, tanpa sempat memecah dan membelah diri terlebih dahulu.





Mungkin juga mereka tengah mencoba untuk membangun dinding ke-optimis-an yang sempat runtuh, beberapa dari mereka mungkin akan bisa menyelesaikan tepat waktu hingga membentuk kastil yang tangguh, namun beberapa dari mereka memiliki lebih banyak terjal, hingga akhirnya tak sempat menyelesaikannya. Bukan hanya satu, tapi banyak. Bahkan dengan salah satu alasannya adalah untuk tidak menambah beban orang lain, mereka menahan apa saja yang sudah sewajarnya mereka muntahkan, tapi lagi-lagi harus mereka telan bulat-bulat. Tanpa sisa.

Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang menginginkan kehadirannya untuk menjadi beban bagi orang lain. Tapi entah kenapa, rasa itu akan muncul. Persepsi negatif yang mereka miliki akan diri sendiri, adalah buah hasil dari apa saja sikap yang mereka terima di setiap harinya,entah itu dari lingkup keluarga maupun yang lebih luas lagi. Beban akan lingkungan sekitar yang menuntut mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dengan perlakuan dimana mungkin kurangnya rasa apresiasi ketika mereka menang, dan tiadanya tempat kembali yang memaklumi ketika mereka pernah salah karena telah berani untuk mencoba. Tanpa perlu banyak tuduhan, tudingan hingga sikap yang menyudutkan baik secara verbal ataupun fisik. Because no one who knows best than other, but themselves.



Akan selalu ada luka yang mungkin tinggal dan tak terlupakan, untuk setiap penolakan yang mungkin secara tak sengaja orang lain lakukan. Penolakan untuk diterima, penolakan untuk didengar, hingga penolakan untuk sekedar berbagi cerita atas alasan apapun, entah sebenar atau setidak masuk akal apapun itu. Sehingga mereka akan menutup diri lebih rapat dari sebelumnya. Karena bukankah sudah menjadi sifat alamiah, untuk melindungi diri dari sesuatu hal yang sekiranya pernah menyakiti, mengantisipasi agar tidak merasakan sakit yang sama untuk kesekian kalinya.

Perihal kasus bunuh diri hanyalah satu dari banyak hasil pemikiran salah yang akhirnya "dibenar-benarkan" oleh sang pelaku, dan masih banyak lagi sikap yang seharusnya tidak dilakukan namun terjadi di sekeliling, ketika kita mungkin lebih bisa membuka mata.

Jadi, untuk mengantisipasi akan kejadian yang sama terjadi pada mereka yang kita sayangi, mungkin jangan lagi terlalu menyalahkan siapapun ataupun lemparan tanya kenapa mereka sebelumnya tidak pernah bercerita ketika semuanya terlihat sudah terlambat, karena mereka sendiri pun adalah korban. Lebih baik mulai tanyakan pada diri kita masing-masing. Apakah kita sudah memberikan sedikit waktu tenang untuk menerima dan mendengarkan mereka?



Yuk, belajar sedikit lebih menerima dan mendengarkan dari biasanya.









Jambi, Akhir July 2017

Ketika tanda tanya dan rasa sedang bergumul menjadi satu, dan postingnya berhubungan dengan bahasan sebelumnya.
#stophatred #stopmentalillness






Surat untuk diri sendiri di tahun mendatang - Part 1

Thursday, April 20, 2017

Teruntuk diriku sendiri, di lima atau sepuluh tahun mendatang.

Hai, bagaimana keadaanmu hari ini ? apakah akan lebih baik daripada hari ini ?
Apakah kebebasan bertindak yang seringkali kamu impikan, sedikit bisa terwujud ?
Semoga saja, “Iya” jawabmu meski sambil berbisik.

Jika pada hari ini, terbaca olehmu post usang yang tertulis kala usiamu masih 25 tahun. Usia seperempat abad yang menuntutmu memiliki banyak pencapaian lebih dari adik-adikmu. Untuk membuktikan bahwa keluarga—terutama kedua orangtua—sukses mendidik anaknya. Akan ada sedikit pengingat untuk diri, yang mungkin sekarang telah memiliki jauh lebih banyak tanggung jawab. Keluarga kecilmu dengan Dia yang kamu sayangi.

Apakah telah ada malaikat kecil sebagai pelengkap hari ? Bagaimana rupanya ? Lucu dan menggemaskan ya sepertinya. Sebagaimana tingkah diri yang seringkali diceritakan oleh keluarga dan mereka yang acap kali menimangmu ketika masih kecil. Pasti telah banyak pemikiran dan impian-impian yang diri dan Dia rumuskan untuk masa depannya. Seru sekali memikirkan bagaimana pencapaian itu akan terjadi dengan dibarengi langkahmu di sisinya.

Sebelum semua hal selesai diterapkan,  satu hal pertama yang akan aku ingatkan; 
Jangan biarkan malaikat kecilmu selalu menuruti apa maumu. Biarkan ia mengambil langkah yang ia inginkan, hargai dan dukunglah.

Jangan biarkan segala hal yang tidak mampu diri sendiri lakukan pada masa lampau, menjadi tolak ukur untuk segala hal baik yang harus malaikat kecilmu lakukan. Ia tidak pernah memilih untuk menjadi seseorang yang akan mengemban tanggung jawab atas ketidakmampuanmu di masa lalu. Jadi, jangan jadikan ia salah satu jembatanmu, kecuali ia menginginkannya.

Jangan selalu mengambil alih segala pilihan yang akan ia tapaki kedepannya dan membuatnya terkesan untuk diam tak bisa mengungkapkan pendapat, sebagaimana yang pernah diri sendiri pernah alami. Karena ketika nanti ia dewasa, ia akan sedikit kesusahan dalam mengambil keputusan-keputusan untuk hidupnya. Biarkan ia belajar bertanggung jawab sedari dini untuk segala keputusan yang ia ambil. Ajarkan ia bahwa dirinya sendiri adalah pribadi yang harus dihormati pandangan dan keberadaannya, tidak hanya orang lain. Hingga nanti yang ia sadari, bahwa tidak mudah bagi orang lain untuk mempengaruhi prinsip hidupnya, ataupun mencemooh pendapatnya. Karena ia tau bahwa dirinya seberharga itu, dengan porsi yang seharusnya. Tidak kurang, pun tidak berlebihan hingga mengecilkan orang lain.

Tidakkah ingat bagaimana di malam-malam tertentu, upaya diri untuk tertidur malah berujung berbagai macam evaluasi diri atas segala hal yang tidak selesai diwujudkan. Membuatmu menangis, mengutuki ketidakmampuan dan berakhir dengan keinginan lari dari segala tanggung jawab. Jangan sampai malaikat kecilmu mengalami hal yang sama. Biarkan ia bersyukur untuk segala kekalahan atau kemenangannya di kemudian hari, dengan sepenuh hati bahwa dirinya sendiri juga menyumbangkan langkah untuk mengambil keputusan besar tersebut. Dan tak lupa rasa haru yang menyelimuti untuk menyadari bahwa dirinya telah didorong dan didukung penuh oleh keluarga kecil yang teramat menyayangi dan menghargai segala keputusannya, sedari awal.

Pertimbanganmu mungkin akan jauh diatas dari ia yang belum mengetahui apapun, tapi setiap manusia akan selalu memiliki keinginan atas kebebasannya sendiri. Belajarlah dari dirimu sendiri yang 25 tahun telah hidup dan masih menginginkan kebebasan tersebut.

Cukup berikan pandangan lain dari setiap langkah yang akan ia tuju, tidak selalu bicara akan batasan
Cukup berikan jalan yang entah akan lebar atau sempit, setidaknya berikan Ia tempat untuk menapak
Cukup berikan Ia ruang untuk mengambil alih tanggung jawab dan menyelesaikannya
Cukup berikan Ia pelukan ketika lelah terlihat saat ia berusaha, ucapkan bahwa apapun pencapaian baik yang ia lakukan adalah kebanggaanmu
Cukup ajarkan hal tersebut untuk menjadi kebiasaan pada diri sendiri.

Bebaskan ia dengan sewajarnya, sebelum ia memaksa untuk lari darimu, dan menghukum diri tak berkesudahan.






Backsound : Dive - Ed Sheeran
Ketika ingin belajar untuk mencintai  seseorang dengan  memberikannya kebebasan seperlu yang ia inginkan.






WHAT IF - Terimakasih untuk hadir


Jika saja memang benar bahwa cupid itu ada, tolong sampaikan rasa terimakasih yang tak berkesudahan untuknya. Karena panahnya, saya kembali menjadi seseorang yang penuh harapan.



Ternyata memiliki hidup yang seakan bermimpi tak bertepi, terasa sedikit agak melelahkan. Seperti itulah rupa beberapa waktu terakhir yang saya miliki. Ingin bermimpi, tapi lelah. Ingin terbangun, terlalu bosan akan pengulangan kebiasaan.


Hingga akhirnya tiba waktu sang Universe dan segala permaianannya, Tuhan dan segala bentuk karunia-Nya. Seringkali usil dan mencoba membuat saya tersipu dengan semua kemungkinan yang hampir tidak pernah dipikirkan. Jangankan terpikir, membayangkan saja  tak sampai.

Saya merasakan kembali satu titik di priode kebahagiaan dalam hidup. Pengulangan yang saya pikir, tidak pernah akan sama. Tidak banyak letupan kasmaran yang mungkin seringkali ditemui di kisah kasih semasa sekolah, ataupun perangai jatuh cinta yang menginginkan keberadaan 24 jam di sekitar kekasih. Sama sekali tidak banyak, bahkan jarang sekali terjadi.

Letupan yang saya temui adalah perasaan tenang ketika harus berbulan-bulan menempuh hubungan jarak jauh, bukan lagi harus resah takut akan kehadiran pihak ketiga, dan seterusnya. Bagaikan menemukan anak tangga hidup yang hilang, karena memiliki pasangan yang mencoba membantu saya menggapai, apa saja yang telah dan akan saya mulai. Letupan perasaan senang ketika akhirnya waktu pertemuan tiba, dengan sesekali pertanyaan ke diri sendiri, bahwa ternyata berpuluh purnama seringkali tidak terasa akan berakhir. Timbunan rasa lega untuk menikmati rasa dicemburui dengan sewajarnya, dan dibebaskan dengan sepantasnya. Tak lupa rentetan rasa syukur dan senyum, kala ada yang berbahagia akan kehadiran saya dan khawatir akan ketidakberadaan saya, bahkan tak henti berucap, kamu datang di waktu yang tepat”.

Segalanya terasa jauh lebih mudah dari yang seharusnya. Seringkali merasa sedikit takut, bahwa kebahagiaan akan cepat sekali berakhir justru ketika tanpa persiapan sama sekali. Tapi sekali lagi, ada genggaman yang menguatkan, seakan berkata bahwa meskipun saya berbahagia, sedikit adu pendapat dan emosi akan selalu dibutuhkan. Karena apapun yang akan terjadi kedepannya, bahkan perseteruan singkat pun akan menjadi hal yang dirindukan, bukan lagi menjadi salah satu alasan untuk menyerah.

Meskipun seringkali menahan diri untuk tidak berharap terlalu tinggi, tetapi selalu saja ada alasan untuk akhirnya merapal doa semakin jadi.


“Ya Allah, bila memang tidak semudah itu, maka kuatkan dan tak lupa, lancarkan.”









Throwback Story from April, 2018
To someone who always wondering,
Me and Myself







Perihal semestinya hati

Sunday, April 02, 2017

Mencintai sesuatu itu tidak pernah mudah. Karena tidak semua yang me(ngaku)cinta memiliki hati, dan yang memiliki hati tidak selalu bisa mempergunakannya dengan semestinya. – Myta





Seperti halnya menulis sesuatu yang sudah menggunung di otak, tidak pernah mudah. Terkadang inginmu tidak selalu bisa berjalan dengan mulus. Entah waktu yang tidak memadai, atau memang akan kalah dengan hasrat lelah ingin melakukan hal yang lain.

Seperti halnya juga ketika kita jatuh dan mencintai seseorang yang mungkin sudah terasa bagaikan cinta mati, bila jauh adanya rindu dan dekat adanya rasa ingin selalu bersama. Padahal untuk berbicara tentang cinta, tidak akan terlepas dari bagaimana proses penitipan hati seseorang kepada pemilik yang lain. PE-NI-TI-PAN, judulnya. Tapi seringkali tidak dijaga dengan baik, bahkan dikembalikan dengan kondisi yang hancur tak bersisa, ataupun banyak retak yang tak wajar. Kamu pasti pernah merasakannya, meski hanya sepintas. Sayangnya, penitipan itu tidak disertakan garansi untuk menggugat bila ada kerusakan, hanya bisa pasrah menerima adanya.

Bagi yang mengaku cinta, tidak semuanya memiliki hati pada tempatnya. Bisa jadi karena pertimbangan waktu yang dijalani sudah terlalu lama, merasa punya janji dengan keluarga,atas dasar senang memiliki banyak fans dan lain sebagainya. Terlalu banyak, miris. Bisa jadi hati yang dimiliki, hanya sebagai kamuflase untuk mematikan pertanyaan masyarakat. Meskipun memang tak sedikit juga yang memang menjatuhkan hatinya dengan sedalam-dalamnya, kepada pasangan hatinya.

Maka benarlah bila ada pepatah yang berbicara bahwa sepahit-pahitnya memiliki harapan, adalah harapan kepada sesama manusia. Bukan tempat terbaik meletakkan cinta yang sesungguhnya, tapi seringkali kita lupa dan terlena untuk mendapatkan kepuasan sesaat. Kepuasan yang diberi label sendiri; kebahagiaan yang lebih berdua. Tapi terkadang malah berakhir dengan berjuang sendiri.

Walaupun mungkin kamu, kamu ataupun kamu memiliki hati, yakin sudah kamu gunakan dengan semestinya ?

Bila memang sudah, yakin telah meletakkannya pada orang yang sepantasnya ?

Karena seringkali kita—bahkan sayapun juga—tidak mempergunakan hati dengan seharusnya. Mengubah diri menjadi lebih egois dan berubah untuk sedikit mengendurkan rasa cemas untuk diri sendiri, tapi menambah rasa takut kehilangan yang luar biasa untuk orang lain. Membangun dinding harapan yang tinggi, tanpa melihat apakah ada yang bersiap untuk membangun bersama, bukan malah memilih menjaga sendirian, tanpa sadar bahwa dinding itu bisa saja runtuh tanpa ada alasan.

Selelah apapun rasa yang sudah dimiliki, tidak kunjung jua meletakkan hati yang salah. Terus saja memaksakan kehendak, hingga akhirnya kehabisan daya untuk mendorong hanya dari satu sisi. Bodohnya.

Maka, bersyukurlah kamu yang mungkin sudah menemukan hati yang sebaik-baiknya pemilik. Kamu lulus dalam ujian untuk mempergunakan hati dengan sebagaimana mestinya.

Berbahagialah,
Dan jagalah.






Jambi, April 2017
Backsong Biarlah - Raisa





#SuratUntukFebruari

Thursday, February 02, 2017



Surat untuk februari ini akan saya dedikasikan untuk luka lama yang terkadang terlintas, tapi nyerinya sudah tak lagi mengganggu meski sepintas.



Hai ...
Lama tidak berjumpa, kamu, yang berbelit akan rasa pedih yang merintih. Luka lama yang kini sedang saya perbincangkan sudah tidak terasa lagi, meski didendangkan dengan mata terbuka dan alunan lagu kesukaan. 

Kilas balik, kamu, adalah yang pernah menjadi alasan utama untuk setiap tetes air yang jatuh dari sudut mata. Pencetus pertama untuk ketidaknyamanan ketika tertidur, hingga rasa paling tidak bisa teraba meski hidangan yang tersaji di depan mata adalah apa yang disuguhkan dengan segenap cita.

Duka, adalah nama panggung yang lupa untuk di sebutkan, tapi lambat laun saya mengerti adanya. Berperan sangat tak diduga, menjadikan hidup seorang anak manusia berubah genre; parodi dengan tawa getir yang melintir. Sialnya, memang sebuah "luka lama" yang tidak akan pernah saya harapkan kehadirannya, tapi selalu tak pernah lupa untuk berkunjung di akhir cerita. Satu demi satu pemain bernafaskan kamu, mencoba memporakpandakan sebuah angan yang sudah membubung tinggi. Sayangnya, rencana itu berhasil sempurna dan menjatuhkannya kembali dalam bentuk serpihan, tak bersisa. 

Tanya saja bagaimana sebuah genggam yang dulu melekat erat, perlahan-lahan mengendurkan diri tanpa perlu diminta lagi. Bagaimana sebuah perjuangan untuk mendobrak sebuah pintu jati diri, akhirnya lelah dan beranjak pergi.

Meski seringkali candu akan bibirmu yang melepaskan aksara cinta dan tawa, tanganmu yang penuh sentuhan mesra, matamu yang merefleksikan masa demi masa, ataupun langkahmu yang seringkali menyeimbangkan rasa. Saya memilih untuk pamit diri, berkubang dengan segala yang pedih ternyata mampu membuat jiwa terkikis sedih.

Kembali, saya mengingatkan, berbahagialah.
Lahirlah menjadi sebuah alasan untuk senyum lain yang tak pernah lagi patah.
Tak perlu lah sering mengenang yang mungkin lebih baik terduduk di sudut dengan tenang.
Cukup jadikan sandiwara yang pernah menjadikan kita pemain utama, sebuah cerita yang harusnya terlintas tanpa terasa kebas.
Begitupun saya, kini sedang bersiap untuk bertemu hari demi hari yang semoga tidak pernah memakamkan diri.








Jambi, Februari 2017
#SuratUntukFebruari pertama







 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS