Kenyataan dari dua sisi.

Sunday, October 13, 2013

SANG WANITA

Cerita ini bermula dari sebuah keputusan final yang aku buat beberapa bulan sebelumnya. Karena entah sekarang atau nanti, bila memang kenyataan tetap berjalan seperti ini, aku tau bahwa memang sudah seharusnya berakhir dari awal.

2 bulan yang lalu.

Mama nanya, kapan kamu mau melamar aku ? Atau kita hanya akan begini aja terus ?” Aku bertanya padanya, lelaki yang sudah 5 tahun belakangan ini mengisi keseluruhan rongga hatiku.

Tapi sayangnya dia hanya tersenyum dan tertawa. Baginya mungkin ini adalah pertanyaan konyol, tapi sayangnya aku benar-benar merasa sedang gamang. Aku mulai gusar akan tingkahnya, tetapi berusaha aku tahan demi hubungan kami.

1 bulan kemudian.

“Kamu dimana ? Aku jemput ya ?” Aku membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh seseorang, lelaki yang dulu pernah mengisi hatiku, dulu, 7 tahun yang lalu.

Kini dia kembali datang ke dalam kehidupanku, berdiri tepat di saat aku dan lelakiku sedang memiliki jarak dalam keheningan. Lelakiku, dia adalah seseorang yang memiliki segudang kegiatan. Dia sangat suka membingkai moment dalam balutan tekhnik fotografi, begitu juga aku. Meski passion kami sama, tapi ternyata tidak dengan pandangan hidup. Sekarang aku dan dia memiliki prioritas sendiri, aku hanyalah wanita biasa yang memimpikan bisa menghabiskan sisa hidupku bersamanya, tapi mungkin dia sedang tidak berpikir ke arah sana.

Aku terkadang menghabiskan beberapa waktuku dalam canda ataupun cerita sehari-hari bersama orang lain, ketika lelakiku sedang tidak mampu membagi waktunya untukku. Entah sudah berapa kali dia membuatku menunggu untuk merealisasikan semua janji-janji dan waktunya untukku. Aku berusaha mengerti kesibukannya, mengerti bahwa dia sedang mengejar mimpi-mimpinya, mengerti bahwa rupanya aku harus belajar lebih jauh untuk mengerti tentang dirinya.

Hingga suatu malam, di malam pentingnya, aku tak mampu lagi membendung rasa gelisah yang beberapa malam ini aku simpulkan akhirnya. Aku memutuskan dengan segenap rasa.

Aku sudah berulang kali mencoba mengerti tentang kamu. Tentang hubungan kita. Tapi aku rasa kita memang sudah cukup sampai disini. Aku gak bisa lagi begini terus.”
“Kenapa ? Aku salah apa ? Kamu jangan bercanda dong.” 
“Aku gak bercanda. Aku udah capek.” 
“Aku mohon pengertian kamu kali ini, aku benar-benar sedang berjuang.” 
“Aku sudah seringkali mengerti, dan aku rasa, ini saatnya kamu yang mengerti tentang keputusan yang aku ambil.”

Setelah aku mengucap kalimatku, kini hanya hening yang melingkupi kami berdua. Seakan bermain dengan pikiran masing-masing. Sakit memang, karena bagiku 5 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk menghabiskan hari-hari dengan seseorang yang sama. Tapi aku hanya tidak bisa lagi menerima janjinya untuk sedikit saja memberikan waktunya untukku. Aku sudah terlalu lama menunggu, kini meski dia acap kali memintaku kembali. Aku hanya membutuhkan waktu dan pembuktian darinya. Karena aku hanya wanita biasa yang membutuhkan kepastian, ketika kegamangan merasuk. Aku butuh dia menenangkan, dan kali ini, upayanya untuk meyakinkan telah kalah oleh perasaan letihku.


SANG LELAKI

Bolehkah aku sedikit bercerita untuk melepaskan rasa yang sedang aku rasakan ? Cerita tentang seorang lelaki yang kini sedang terdiam, dihantam oleh kenyataan.

Aku mengenal dia, seorang wanita yang mampu membuatku menjadikannya satu-satunya dalam kurun waktu 5 tahun belakangan ini. Dia sangat mampu membuatku merasa nyaman, merasa bahwa aku juga hal satu-satunya yang dia inginkan untuk sisa hidupnya. Aku ternyata telah berada didalam zona nyamanku, bersama dia.

Pekerjaan yang juga telah bermula dari hobiku dalam membidik gambar, waktu yang tak tentu entah kapan aku harus menjelajah ataupun sekedar melepaskan penat ketika terlalu lelah mencari informasi diluar sana. Itulah kehidupanku akhir-akhir ini. Tetapi meski rasa penat ini seringkali menggodaku untuk berputus asa, aku tau bahwa ada seorang wanita yang membutuhkanku untuk bekerja lebih keras lagi dari sekarang, untuk kehidupanku bersamanya kelak.

Maaf ya, aku dapat telepon dari atasan untuk kesana. Ada berita penting masalahnya. Acara kita diganti minggu depan aja gakpapa kan ?”

Kalimat yang berbeda dengan maksud yang sama seringkali aku lontarkan kepadanya, ketika pekerjaanku menuntutku untuk hadir. Entah untuk keberapa kalinya, tapi aku tau dia akan segera mengerti bahwa ini bukan hal main-main. Aku tau dia akan mengerti, bahwa ini adalah tanggung jawabku. Aku tau dia akan mengerti, bahwa akan ada saatnya nanti waktuku hanya akan menjadi miliknya seorang. Aku tau dia akan mengerti dan menungguku kembali.

Beberapa bulan yang lalu

“Aku serius ini, mama nanya ke aku. Aku bingung harus jawab apa.”
Diawali dengan pertanyaannya yang singkat, kemana hubungan kami akan dibawa selanjutnya. Orang tuanya ingin aku segera melamarnya, mungkin. Tapi aku hanya bisa tertawa, karena bagiku tentu saja aku akan menghabiskan waktuku kelak bersamanya, tapi tidak sekarang. Aku belum siap.

Kini.

Aku bingung harus bagaimana mengatakannya, aku terkejut dengan kenyataan yang ada. Aku baru tau bahwa beberapa waktu belakangan ini seseorang yang dulu pernah ada dihidupnya, kini kembali merasuk dipikirannya, dihari-harinya. Geram, kesal, emosi, entah apa yang harus aku tumpahkan dihadapannya. Bagaimana bisa lelaki itu kembali hadir, ketika nyatanya hanya aku yang seharusnya mengisi hari-harinya. Meski aku tahu, bahwa lelaki itu cukup pandai memanfaatkan kelemahanku, dia sanggup memberikan waktu dan menjanjikan kepastian yang nyata, ketika aku tidak mampu memberikannya kepada wanitaku.

Hingga akhirnya aku tidak mampu berkata, ketika wanitaku memutuskan sesuatu yang benar-benar membuatku tersontak hebat.

“Aku sudah seringkali mengerti, dan aku rasa, ini saatnya kamu yang mengerti tentang keputusan yang aku ambil.”


Dia memilih pergi. Memilih menyudahi semua cerita yang kami miliki beberapa tahun terakhir. Aku berusaha sebisa mungkin meyakinkannya, bahwa aku dan dia memiliki kesempatan untuk memperbaiki segalanya. Ternyata rasa nyaman dan anggapanku bahwa dia akan selalu mengerti, telah mampu membuatku terlalu percaya diri, dan kini kehilangan seseorang yang begitu berarti.





Nb :  Terinsipirasi dari kisah nyata seorang senior sekaligus sahabat, dengan beberapa perubahan alur. Be tough, dude.



 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS