“Kapan ya kita akan menemukan orang lain yang bisa buat kita ngerasa nyaman saat didekatnya. Kayak kita satu sama lain gini ?”
“Iya ya, kapan ya ?”
Pernahkah kamu terpikir akan mempunyai percakapan seperti
diatas, bahkan lawan bicaranya adalah seseorang yang amat sangat berat hati
untuk direlakan keberadaannya dari sisi ?
Aku ? Tentu tidak.
But unfortunately, it
was happened.
Berpisah dengan keadaan satu sama lain sudah sama-sama menemukan
tempat ternyamannya untuk kembali, dari sejauh apapun kaki melangkah dan hati
berkenala. Bukan hanya karena ego diri semata. Bukan karena alasan se-simple itu. Hingga akhirnya satu sama
lain memilih melangkah menjauh dengan sadarnya. Konyol ? Tapi itulah adanya.
Mereka-reka angan yang dulu sempat bermain di bawah alam
sadar, akankah masih ada harapan untuk menjadi nyata ? ataukah khayalan memang
seharusnya tidak menjadi nyata ?
Satu persatu mereka yang entah bersungguh diri berniat untuk
“tinggal” ataupun tidak itu, memilih jalan mereka sendiri. Bergerak perlahan
seakan memberiku celah untuk terdiam, dan menyesapi hari-hari dengan caraku
sendiri. Apakah mungkin aku yang mengambil langkah untuk menarik diri dari
keriuhan mereka ? Entahlah. Anggap saja seperti itu. Aku berusaha untuk tidak
peduli.
Entah sudah berapa banyak aku menelan kalimat “Kamu yang terbaik. Masih kamu” cepat
atau lambat, aku tau kalimat itu sudah pasti akan berubah. Tidak akan sama.
Masih saja berusaha percaya, itu keputusan bodoh ternyata.
“Yaudah gak jadi” nya kamu mungkin nanti akan sama artinya dengan “Maaf, aku gak bisa” lagi nya aku. Mungkin - @Mytaaaa
Masih tentang rencana yang seringkali tak terlaksana karena
sesuatu hal yang entah apa alasannya. Entah itu masuk akal ataupun tidak. Tapi
ingin ku berbisik, apapun yang terjadi, hidup kita satu sama lain akan terus
berjalan. Akan ada saatnya tidak perlu lagi kamu bersusah payah untuk
menghindari pertemuan denganku. Tidak perlu lagi kamu menjauhi layar handphone dan
tak menganggap panggilan-panggilan masuk di sana, atau membalas pesan singkat,
yang tertera atas namaku. Tidak perlu lagi kamu memutar otak untuk mencari
alasan atas acuhmu terhadap permintaanku. Akan ada saatnya aku tidak akan
pernah bisa lagi ada untukmu, seingin apapun aku untuk itu. Entah bagaimanapun
kondisinya. Sebentar lagi, hanya tunggu sebentar lagi.
Merelakan seakan masih menjadi topik dari kehidupan yang
dijalani, masih menunggu akankah ada jalan terbaik untu terhindar dari rasa
sakit yang tidak sabar untuk segera kembali menghampiri. Ah, aku masih ingat bagaimana
rasanya. Sepertinya sakit itu menjadi minyak pelumas dari setiap pergerakanku
untuk tertawa. Untuk menyadari bahwa rasa sakit kemarin itu adalah landasan
dari tawaku di hari ini.
Meski hanya tawa ini yang aku punya. Terkadang yang bisa aku
luapkan tak sebanding dengan rasa yang tertahan. Sakit. Tapi aku tidak tau apa namanya. Hanya seperti rasa terenyuh
dan mendadak…………… kosong. Pernah merasakan itu ketika mengingat atau menjalani sesuatu ?
No comments:
Post a Comment