Hujan

Thursday, January 09, 2014




Masihkah disana  kamu bisa  mengingat bagaimana kita menghabiskan hari ketika hujan turun ?

Banyak yang beranggapan bahwa rintikan air hujan akan terkoneksi langsung dengan kenangan yang mengendap di pikiranmu. Banyak juga yang berpikiran bahwa hujan, akan membawamu kembali bernostalgia.

Harus bisa bertahan meski kemudian tak tahu harus kemana, harus bisa kembali bangkit meski tertatih.

Anggapan dan pemikiran tentang hujan seringkali mengingatkanku tentangmu. Bukan karena pada akhirnya langkahmu yang membelakangiku dan tak kembali, bukan juga karena air mataku yang tersembunyi dalam senyum yang mengiringinya. Bukan itu yang mau aku kenang kembali. Ini tentang kebersamaan yang dulu pernah ada.

“Bukankah tidak selamanya hujan ini akan turun ? kenapa kita tidak mencoba berlari saja ? Ah. Kamu pasti takut basah ya ? Kamu tau bahwa mungkin saja hari ini zeus sedang marah makanya banyak sekali bunyi petir….”

Celotehmu saat itu benar-benar lucu, membuatku tersenyum dan lambat laun yang aku dengar hanyalah rintik hujan dan naik turun suaramu yang sepertinya sangat menyita pikiranku. Kamu tidak bisa fokus hanya kepadaku, matamu seolah memiliki pilihannya sendiri untuk melirik kesana kemari. Kebiasaanmu yang sangat aku hafal di luar kepala. Semakin deras suara hujan diluar, kamu semakin menjadi untuk berkomentar, bercerita tentang apapun yang bisa kamu ceritakan.

“Kamu melamun ya ? Kamu denger gak sih ?”

Hingga kalimat itu menyentakku dari lamunanku tentang kamu, senyumku tidak mampu dibendung. Pertanda bahwa aku mendengarkan, bahkan di tiap hela nafasnya.  Pada akhirnya kamu akan terus berceloteh dan sesekali menggerutu. Wajah itu, yang membuatku tahan untuk berlama-lama duduk dan perlahan menyesap susu cokelat panas kesukaanmu sambil mendengarkanmu dengan seksama.

Kamu seorang lelaki yang tidak terlalu menyukai rasa pahit dan asam, maka dari itu kamu menyukai susu cokelat manis. Kamu menyukai ketika hujan turun, karena bagimu hujan adalah caramu mengingat bagaimana rasanya menjadi damai. Kamu menyukai berlama-lama di sebuah toko buku bukan hanya karena kamu suka membaca, bagimu ada sensasi tersendiri untuk berada disana. Ketika kamu mulai mengerutkan dahi, itu menjadi pertanda bahwa ada hal berat yang sedang memenuhi pikiranmu. Lesung pipi itu, yang membuatku gemas dan seringkali tanpa sadar membuatku menggigit bibir bawah, menahan rasa ingin sekali menciumnya bertubi-tubi. Aku menyukainya. Segalanya tentang caramu berjalan, tertawa, berbicara bahkan ketika kamu memerlukan waktu untuk berdiam diri dan melamunkan sesuatu.

Hingga pada suatu hari, aku tidak tau harus menyukaimu ketika berbicara dengan serius atau tidak.

“Aku bingung harus mengatakannya dari mana. Kamu tau mimpiku ? Aku ingin sekali bisa menginjakkan kaki di sana. Bagiku, kesempatan ini tidak akan datang untuk kedua kalinya. Aku rasa, aku harus mengambilnya. Bagaimana menurutmu ?”

Aku bukannya tidak tau bagaimana kamu sangat menggilai salah satu club bola inggris itu, Manchester United. Meski besok harus ada pertemuan penting, kamu akan bertahan di depan televisi ketika club kesukaanmu sedang bertanding. Kamu memiliki hampir semua jersey terbarunya. Kamu meyakinkanku bahwa permainan bola itu menyenangkan untuk diikuti, meski kamu tau bahwa aku akan kembali menemanimu sambil bertanya tentang macam hal, tapi akan kamu jawab dengan sabar dan lembut. Kamu tahu bahwa aku tidak terlalu mengerti tentang permainan bola bundar itu. Hingga akhirnya ternyata tawaran pekerjaan dari kantormu, bisa mengabulkan impianmu untuk menjejakkan kaki di sana. Di Manchester. Lalu, aku bisa apa ?

Banyak orang yang bilang bahwa mimpi akan selalu bisa menjadi kenyataan, dan bagi kamu hari ini adalah kenyataannya. Lalu lalang mereka yang sedari tadi tak henti, tak mampu mengalihkanku kembali dari menatap wajahmu. Aku ingin merekamnya, menyimpannya, sebelum akhirnya nanti kamu akan menghilang untuk tak tahu sampai kapan. Meski kamu berjanji akan mencoba segala cara untuk menghubungiku nantinya, berjanji untuk segera kembali menemaniku ketika semua urusanmu selesai. Tetapi aku hanya bisa berharap kamu tidak melupakan bagaimana kita menghabiskan waktu ketika hujan. Hanya itu.

Entah sudah berapa hari yang terlewat ketika hujan turun dan kamu tidak bisa menemaniku. Bukan karena jarak yang kini memisahkan kita, bukan pula karena kamu tak pernah mencoba menghubungiku. Tapi karena kecelakaan pesawat di hari hujan ketika keberangkatanmu tiba, yang membuatmu tak mampu menepati semua janjimu. Kabar yang hingga kini seakan membuatku tak percaya, bahwa kamu pergi ketika mimpimu akan segera tercapai. Kini aku hanya bisa sendirian menyesap pelan-pelan susu cokelat sambil mencoba kembali menikmati hujan, sembari mengingatmu dalam kenangan.


Entah haruskah aku tetap mencintai hujan karena kenangannya  tentangmu, atau membencinya karena telah mengambilmu dariku ? 


No comments:

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS