Aug, 21 2012. Tanggal itu dihari pertama ketika masa DASBARA, dia mencoba menghubungi gue dengan segala kelegaannya, keresahannya, kebimbangannya. Mencoba untuk memberi kabar ke gue bahwa dia baik-baik saja. Teman yang baik seperti gue pasti bakalan senang menanggapi kabar bahagia itu, walaupun gue sebenarnya sangat bersyukur ia masih mengingat gue disaat bahkan dia sudah punya banyak hal baru. Hingga akhirnya dia akhirnya kehabisan waktu untuk mengabari dan mengirim sebuah Voice Note melalui BBM, berbicara tentang perasaan hatinya. Dia masih memiliki "perasaan" ter-hebat itu ke gue dan meminta untuk menunggunya pulang. Shock ? Bingung ? TENTU! Bagaimana tidak, 6 bulan berusaha bersikap biasa dan mengikhlaskan itu bukan perihal yang mudah, apalagi mengingat ia bukan lagi menjadi partner pendamping hari-hari gue.
Gak gampang buat menjalani kehidupan selama 6 bulan dibawah bayang-bayang masa lalu. Berusaha ? pastinya. Tidak mungkin gue cuma duduk diam dan berharap semuanya kembali normal. Tuhan sendiri bilang bahwa ia tidak akan merubah umat-Nya bila tidak berusaha bukan ? Then, thats what I do for 6 months ago. Almost. A lil bit more. But he came and *puff* ruin my life. Once more again. Lemah ? Mungkin. Sekarang gue buat kalian memandangnya dari sisi gue, bagaimana bila seseorang yang kalian sayang datang kembali seakan berbicara "Aku gak bahagia dengan dia. Aku sadar, aku ternyata cuma butuh kamu. Karena aku sayang kamu melebihi apapun." HAH ? WHAT ARE YOU GONNA DO ? TELL ME ? Apa kalian hanya akan berkata, "Go ahead. Please leave me. Now, we have own life" ? Maaf, salah gue. Salah gue yang ternyata tidak bisa membiarkan seseorang yang gue sayang tidak bahagia dengan kehidupannya. Gue bukan tipe orang yang akan meninggalkan mereka yang gue sayang di masa terpuruknya. Gue ga segampang itu.
Terpikir untuk menyerah dan tetap membiarkannya menjalani kehidupannya sendiri ? TENTU ! itu yang akan gue lakukan saat ia kembali, itulah hal yang terbesit. Tetapi kembali kenyataan menghempaskan semua rencana yang ada didepan gue, everythings changed when he said "Aku sudah memutuskannya. Ternyata aku emang udah salah ambil keputusan buat pisah sama kamu." WHATTHE.......... Is it real ?
Bahkan dia tidak bercerita sedikitpun tentang bagaimana ia bisa mengambil keputusannya secepat itu. Gue tidak pernah, sekali lagi tidak pernah meminta ia mengakhiri semua yang sudah ia miliki. Malah gue ingin menyerah, ingin berkata "Cukup. Aku hanya ingin kita kembali seperti kemarin. Saat kita sudah bahagia dengan kehidupan kita masing-masing." Tetapi rencana manis itu sudah berantakan dengan kenyataan yang gue miliki didepan muka. He choose me now and maybe tomorrow, for sure. Salah gue ? Lagi ? Lalu ketika dia mencoba untuk "menelantarkan" seseorang tanpa penjelasan dan gue tau ? Gue yang langsung turun tangan bilang, "Dia wanita. Aku tau bagaimana rasanya ditinggalkan tanpa penjelasan yang pasti. Tell her. Everythings. Do not being a chicken!" Apa yang gue sarankan ini salah ? lagi ?
I really messed up. I am afraid. Ketika dia lebih memilih gue, tau apa yang terlintas di otak gue ? "GILA! Bukan ini yang gue harapin. gue pengen semua kembali normal. Gue pengen kita sama-sama bahagia. Entah itu kita tetap bersama maupun tidak. Gue pengen kita bahagia dimanapun kita berada." Tapi ternyata kenyataan kembali berkata lain. "Mereka" yang tidak tau apa-apa mulai memberikan tekanan. Membicarakan tentang kehidupan gue, seakan mereka tau gue lebih dari apapun. Lebih daripada apa yang Tuhan tau. Menyalahkan, membicarakan dan menghakimi. Down ? Tentu. Karena apa yang gue lakukan demi mereka ternyata tidak pernah disambut baik. Orang tua gue selalu mengajarkan untuk berpikiran positif, memaafkan dan berusahalah melupakan. Walaupun kenyataannya, untuk melupakan tidak akan semudah itu. Tidak semudah menanyakan kabar ke gebetan, tidak semudah berpikir apa yang akan dikatakan dengan gebetan saat bersama, sama susahnya ketika ingin tersenyum ketika kamu tau, hal yang paling ingin kamu lakukan saat itu adalah menangis dan berharap seseorang memelukmu dengan erat untuk meredamnya.
Menghadapi hujatan dan hakiman "mereka" di dunia maya seakan buat gue berpikir, "Harus semua hal di share ke media social ? Bagaimana dengan berbicara langsung dan membuat semuanya jelas ?" Lagi-lagi, orang tua gue selalu mengajarkan untuk menyelesaikan segala sesuatu dengan pikiran dingin dan terbuka. Emosi itu hanya buat semuanya terlihat semakin berantakan, and Thank God you sent me two angels from heaven, My mom and my dad :")
Hakimi gue. Ucapkan semua cacian terburukmu. Tapi jangan kepada mereka yang gue sayangin. Cukup gue. Apakah kalian akan terima ketika orang yang kalian sayang dianggap hina ? Jahat ? Sampah ? Hingga mereka membicarakan "perbedaan" yang gue alami ? Membandingkannya dengan kehidupan mereka ? Berbicara seakan tau segalanya, ketika kenyataan sebenarnya, mereka malah tidak tau apa-apa ?. Tangan gue bergetar, mulut gue gak berhenti mengucap istighfar. Sebegitu besarnya rasa benci menutupi hati dan pikiran mereka ?
Ternyata tertawa di akhir tidak selalu menjadi tolak ukur, akan lebih membahagiakan bahwa itu tawa gue bersama mereka yang gue sayang. Dia berusaha meyakinkan gue, bahwa kita kuat. Teman-teman gue berkata bahwa gue pasti bisa. Tuhan juga seolah menyampaikan pesannya bahwa semua sudah menjadi takdir gue dengan memberikan jalan terbaik-Nya untuk gue selalu bisa bersama orang-orang yang gue sayangi hingga hari ini. Semarah-marahnya, sekesel-keselnya gue selalu berharap Tuhan mengampuni mereka yang bersikap seolah mengetahui segala-Nya. Tidak ada yang bisa gue lakukan selain tetap menjaga apa yang gue punya sekarang. Tidak ada yang bisa gue minta dari Tuhan selain kebahagiaan ini untuk terus bertambah setiap harinya. Bukankah Tuhan selalu bersama mereka yang percaya kepada keajaiban-Nya meskipun jutaan hakiman datang dari berbagai arah ? Bukankah Tuhan selalu mendengar doa mereka yang selalu meminta untuk dilapangkan dadanya dari rasa emosi ? Tuhan seakan berbicara bahwa gue terlalu kuat untuk menyerah sekarang. Ia memberikan cobaan-Nya hanya kepada mereka yang MAMPU, yang BISA, yang TAU bagaimana mencari jalan keluarnya. Tuhan menguji kita dengan memberikan "beda", Ia ingin melihat sejauh mana hambanya bisa menilai dan menyikapinya. Karena Ia menciptakan sesuatu bukan tanpa alasan.
Lalu, gue pengen bertanya sama kalian yang mungkin membaca tulisan ini, Apa yang salah dengan memperjuangkan sesuatu yang kalian sayangi, ketika memang alam dan takdir berkonspirasi untuk membuatnya terjadi ? salah siapa ketika Tuhan menyetujui rencana dari ungkapan hati hamba-Nya dan membuatnya terlaksana ?
Untuk mereka yang mengalami hal yang sama. Untuk mereka yang tau bagaimana kisah ini berlangsung dari awal hingga hari ini. Terimakasih untuk selalu ada, dan kita Kuat kan ? :)
No comments:
Post a Comment