Kepada kamu yang kini entah masih mau membaca tulisan ini
atau tidak, ini sedikit kejujuran perasaan yang mewakilkan.
Maafkan aku yang kemarin telah melukaimu dengan goresan
kata-kata dan rengekan yang seharusnya tidak aku lakukan terhadapmu yang sedang
letih karena perjalanan jauh. Maafkan keegoisanku yang meminta sedikit waktu mu
untuk meretaskan rindu yang terendap untuk seminggu ini. Maafkan amarahku yang
tak bisa mengerti akan kebebasanmu untuk membagi waktu dengan kesenanganmu.
Aku hanya tidak mampu untuk berdiri sekarang, aku hanya
membutuhkan tarikan dan pelukan hangat serta ucapan bahwa aku akan baik-baik
saja. Aku hanya sedang tidak memiliki semangat untuk menjalani rutinitas yang
membosankan disalahsatu bagian hidupku. Aku hanya sedang terlalu bersikap
kekanak-kanakan untuk memintamu mengerti keadaanku. Aku hanya ingin menunjukkan
rasa sayangku yang seringkali mungkin mengganggu buatmu.
Ini aku yang masih menunggumu untuk berbagi cerita seperti
saat semuanya terlihat baik-baik saja. Terlalu banyak cerita yang terlewat
hingga terlupa yang seharusnya aku bagi bersamamu. Hingga kini aku lupa
bagaimana rasanya diperhatikan ketika bercerita dengan antusiasnya. Dengan
bodohnya aku lupa bagaimana rasanya dipeluk dan diucapkan selamat karena aku
berhasil melewati hari yang sebegitu menjatuhkannya buatku, meski itu tanpa
kehadiranmu disisi. Dengan bodohnya pula aku seringkali lupa bagaimana rasanya
kamu berusaha sedemikian caranya untuk membagi waktumu untukku. Hanya untuk
bertemu dan bersikap seakan tidak akan ada lagi perpisahan dikedepannya.
Ini aku yang berusaha tidak membandingkanmu dengan yang lainnya ketika bisa saja aku melakukannya. Tidak bermacam benda dan keinginan yang aku pinta untuk kebahagiaanku semata. Ingin meminta sedikit waktumu untuk tertawa seperti biasanya, melupakan bahwa kini aku sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja.
Ini aku yang khilaf karena melukaimu dengan anggapan bahwa
kamu tidak pernah berusaha untukku. Aku hanya sedang tak merasakannya sekarang.
Aku hanya merindukan bagaimana kamu memperjuangkanku, sebelum akhirnya kamu
yakin bahwa aku akan selalu ada untuk menanti kehadiranmu kembali. Langkah ini
memang sedang berhenti dikamu, tapi bukan berarti ia tak bisa meneruskan kembali langkahnya yang tertunda. Sang empu
dari langkah ini sedang menunggumu untuk melangkah bersama. Hingga nanti
langkah ini terlalu lelah dan memilih untuk melanjutkannya, meski sendiri.
Ini aku yang sedang mempertahankan hatinya dan menguatkan
inginnya. Berusaha menyadarkan dirinya bahwa apa yang ia lakukan sekarang
setidaknya akan selalu ada hikmah dibaliknya dan membuatnya lebih dewasa.
Berusaha percaya bahwa keinginan Tuhan yang membuatnya tetap berdiri hingga
sekarang, meski aku tak pernah tau bahwa akan seberat ini. Berusaha menggenggam kembali kata-katamu
bahwa “kita kuat”. Ya. Kita kuat.
Jadi, pintaku sama seperti sebelumnya. Tolong jangan buat
aku merasa bahwa aku sendiri. Padahal
kita sama-sama tau bagaimana rasa sesaknya akan ketidakhadiran satu sama lain
disisi. Jangan juga buatku akhirnya meyakini lebih jauh bahwa ini akan menjadi sia-sia.
Sincerely,
Yours.
No comments:
Post a Comment