Surat untuk Ibu — Lima Belas

Thursday, October 03, 2024

 Assalamualaikum, Ibuku…

Tepat hari ini, di tujuh hari lalu, Juki berada dalam peristirahatan panjangnya. Menemui kedamaian dan didekap Tuhan. Sebagaimana Ibu menghembuskan nafas kelegaan, akan akhir dari sakit yang terlalu nyaman untuk tinggal.

Masih dengan terbiasa membuka pintu, selayaknya biasa ia akan pulang dari berjalan-jalan seharian. Memanggil namanya tanpa sengaja. Atau melihat ke sisi rumah, tempat biasa ia menyenderkan badannya untuk melepaskan lelah sejenak dan berakhir tertidur pulas.

Suaranya masih terekam jelas, dan seringkali satu persatu kenangan berputar di kepala, seakan mengaburkan batas kenyataan. 

Bahkan, seminggu ini pun rumah tak pernah sepi dengan kehadiran kucing liar yang lalu lalang. Entah menunggu makanan di depan rumah, berantem entah karena apa, atau sekedar lewat dan beristirahat sejenak di bawah mobil. Lucu ya? Seakan mereka berusaha meramaikan rumah, yang kini terlalu hening untuk dihuni oleh manusia saja.

Bu, kira-kira ke depannya hidup akan baik-baik aja ga ya? 

Meskipun sudah pernah, Kakak benar tidak butuh untuk melewati berbagai kehilangan dalam waktu dekat. Allah tau Kakak bisa, mampu. Tapi jika bisa, Kakak lebih memilih untuk tidak usah dulu, bu. 

Bu, semoga Kakak bisa sekuat apa yang mungkin Ibu harapkan dan semogakan, ya.

Seperti biasa, doa semoga Kakak untuk Ibu juga tidak pernah lepas setiap harinya.

Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayani saghira. Aamiin.



Rumah, memeluk Juki dalam kenangan.






Surat untuk Ibu — Empat Belas

Friday, September 27, 2024

 Assalamualaikum, Ibuku…

Sudah lama Kakak gak mampir buat menulis ya? A lot of things happened, bu.

Salah satunya, Kakak harus merelakan untuk kepulangan Juki dalam keheningan. Hanya Juki yang tidak bersuara, tapi Kakak dan Sas berisik sekali dengan tumpahan air mata yang entah berapa episode. 

Tiga hari, bu. Jukinya sakit dan harus dirawat intensif oleh dokter. Tiap hari Kakak datang, sekedar untuk menyemangati dan mengelus kepalanya. Ibu tau ga, terakhir Kakak datang, dia berusaha mengangkat kepalanya, seakan menjawab ajakan kakak yang “Yuk, mau pulang ga?”. Mungkin memang dia ingin menghabiskan harinya yang lelah dan sendiri, dengan kembali pulang ke rumah.

Banyak sekali hal yang berputar di kepala Kakak, untuk ditanyakan ke dokter. Tapi bu, setiap Kakak datang, selalu ada kabar baru yang membuat Kakak tidak mampu berpikir jernih. Hanya ingin menemui Juki yang setiap harinya berusaha untuk bangun, tapi sudah terlalu ringkih dan tak mampu berbuat banyak.

Kembali Kakak lihat kesayangan tertidur, terbalut infus, dengan segala diagnosa penyakit yang dokter suarakan. Cek darah, XraySuspect tumor, ginjal, cairan di paru dengan segala kemungkinan treatment yang panjang dan mungkin akan melelahkan bagi Juki. Rasanya dejavu sekali, hingga beberapa saat mengucap perlahan “wah, ada yang sama ya dengan Ibu…” Bahkan saat terakhir Kakak dikabarin, secepat apapun mobil melaju, Kakak tetap terlambat untuk menemuinya di helaan nafas terakhirnya. 

Padahal semalam sebelumnya, Kakak memimpikan Juki yang kembali sehat, berdiri dan bertingkah sebagaimana biasanya. Apa itu jadi salam terakhir, cara ingin dia dikenang dengan baik? 

Lucu ya? Kakak kira akan terbiasa, nyatanya memang tidak ada yang akan pernah siap dengan jalan menuju kehilangan, berapa kalipun mengalami. Tapi bagaimanapun Kakak berusaha, ternyata memang berusaha Ikhlas adalah satu-satunya jalan keluar. Setidaknya, di beberapa hari terakhirnya, sudah Kakak suapi, temani, peluk dan ucapkan doa terbaik.

Kali ini, dia pulang ke rumah. Meski tidak lagi memilih tertidur di atas sofa atau sekitar kipas favoritnya. Meski tidak lagi merengek untuk minum dari gelas hijaunya. Meski tidak lagi mengikuti langkah siapapun di rumah untuk meminta jatah makannya. Meski tidak lagi menunggu dibalik jendela untuk meminta masuk. Meski tidak lagi bisa Kakak panggil untuk datang menghampiri. Meski Kakak harus kehilangan satu-satunya “teman” saat harus sendirian di rumah. Juki tetap memilih pulang dengan Kakak hingga saat terakhirnya.

Bu, sekarang rindu Kakak bertambah lagi. Tapi doa untuk Ibu akan selalu sama dan senantiasa terucap;

Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayani saghira. Aamiin.



Rumah, sehari setelah kehilangan (lagi).




Surat untuk Ibu — Tiga belas

Monday, May 20, 2024

 Assalamualaikum, Ibuku …

Tepat satu tahun, bu. Dunia terus berputar, tapi tidak selalu dengan milik Kakak. Lebih banyak berhentinya. Pelan-pelan kembali menapaki kehidupan yang seharusnya bisa dengan baik dijalani, tapi butuh usaha yang jauh lebih banyak dari biasanya.

Tepat satu tahun, bu. Kali ini Kakak memilih pulang lebih dahulu, memesan penerbangan yang lebih awal. Bahkan Kakak sudah memakai pakaian berwarna hitam, entah kenapa, padahal lagi panas banget akhir-akhir ini hehe. Meskipun perjalanan pulang tidak akan pernah sama lagi rasanya, akan selalu ada rutinitas yang tidak lagi Kakak lakukan—mencium tangan dan pipimu—sesampainya di rumah. Bahkan panikpanik tipisnya kambuh menjelang take off, hanya bisa istighfar, atur napas, sembari menghapus air mata. 

Tahun ini, Kakak dan adik-adik membawakan kembali bunga yang semoga bisa memberi sedikit keharuman di rumah Ibu. Lengkap kok, bu. Kita semua sama-sama berdoa bareng, Ibu bisa dengar kan? Walaupun gak banyak orang, tapi suara kami tadi lumayan kenceng kok, bu. Hehe

Tepat satu tahun, bu. Banyak yang masih ingin Kakak ceritakan, masih banyak yang ingin Kakak tanyakan, bahkan masih banyak hari-hari Kakak yang membutuhkan doa Ibu. Semoga hidup anak-anak Ibu akan selalu jadi jauh lebih baik hari demi hari dan saling melindungi, sebagaimana ingin Ibu biasanya, ya.

Tepat satu tahun, bu. Allah memeluk Ibu dikeheningan paling dalam, dan peristirahatan paling tenangnya. Dan Kakak tetap merindukan Ibu dengan bisik doa di setiap sujud dan tangan yang mengadah. 

Untuk hari ini, maafkan Kakak ya jika masih berduka di beberapa sela waktu, dan terasa lebih sering dari kemarin. Besok Kakak coba lebih baik lagi.


Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayani saghira


Rumah, kembali pulang. May 2024




Surat untuk Ibu — Dua belas

Tuesday, April 02, 2024

 Assalamualaikum, Ibuku…

Bu, tahun ini Kakak ulang tahun di tanggal yang seharusnya loh. Kado yang Kakak minta tahun lalu juga masih ada, entah harus berucap itu keberuntungan atau bukan, ketika Kakak terlalu keras kepala dan ngeyel buat meminta sesuatu. Nyatanya, menjadi kado terakhir yang Kakak punya dari Ibu. Harusnya ada doa yang Kakak juga terima tahun ini, tapi mulai kini, Kakak harus bisa merasa cukup dengan yang ada.

Oh iya! Sekarang sudah kembali bertemu bulan Ramadhan, bu. Tapi ini bulan pertama tanpa Ibu di rumah. Biasanya bakalan ada pesan masuk atau panggilan untuk membangunkan sahur, atau sekedar bertanya “buka puasa pake apa hari ini?”.

Entah kenapa rindunya berkali lipat deh, bu. Entah sudah sujud ke berapa, atau ucap doa penuh penekanan yang mana yang sudah Kakak sampaikan ke Tuhan, bahwa Kakak sangat rindu dan berharap rindunya sampai. Sebegitunya. Dan dua hari kemarin, ketika Kakak tidak sengaja terlelap di sela-sela kesibukan siang hari, Kakak bermimpi sedang “pulang”. Ada Ayah, Adik-adik, dan ada Ibu. Kita bercengkrama seperti biasa, dan Kakak memilih untuk akhirnya menemani rutinitas Ibu ketika sedang tidur siang. Mencoba memeluk dan mengelus lengan Ibu sembari rebah di ranjang kamar, berharap tidak terlepas. Karena bahkan ketika bermimpi, Kakak sadar bahwa Ibu tidak lagi nyata. Takut untuk terlelap, dan terbangun untuk mendapati bahwa Ibu tidak ada. Lucu ya, bu. Bahkan ketika dalam mimpi pun Kakak tidak bisa memeluk dan mencium Ibu sepuasnya.

Meski hanya sebentar, dan akhirnya terbangun dengan mata yang basah. Rindunya masih ada, Ibunya yang udah gak ada. 

Tapi gapapa, Kakak tetap bersyukur Tuhan mendengarkan dan mencoba menenangkan hati Kakak yang sedang payah. Satu hal yang pasti, memeluk Ibu dalam mimpi, adalah salah satu hal termewah yang bisa Kakak miliki saat ini. Jadi, sering datang ya bu. Nanti Kakak ceritakan tentang semua hari yang terlewat tanpa Ibu.


Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayani saghira


April 2024, Ramadhan pertama tanpa Ibu.



Surat Untuk Ibu — Sebelas

Monday, January 01, 2024

 Assalamualaikum, Ibuku…

Hari ini tepat di hari pertama pergantian tahun, Kakak sudah berjalan hingga lebih dari 7 bulan tanpa Ibu. Hebat ya, bu. Meski masih juga Kakak scrolling kembali percakapan kita melalui chat, beberapa foto dan video yang ada Ibu di dalamnya. Meski tangisnya tidak sepecah dulu, tapi sedikit demi sedikit bisa berkurang air matanya, bu.

Tau gak bu, ternyata setelah Ibu enggak ada, Ayah sekarang lebih sering untuk berinteraksi dengan warga sekitar. Bahkan malam tahun baruan kemarin pun Kakak dapet kabar dari Adek, Ayah lagi ngumpul-ngumpul seru. Bahkan Kakak memulai komunikasi dengan menanyakan kabar Ayah terlebih dahulu. Jarang banget terjadi ya, bu. Kalau Ibu bisa lihat sendiri, pasti Ibu juga ga nyangka kami berdua keluar dari zona nyaman masing-masing hahahaha

Biasanya juga tiap malam tahun baruan, Kakak akan telepon Ibu, atau menunjukkan menu makan malam special yang Kakak buat, tapi tahun ini kayaknya ga bisa ya bu, Kakak tunjukkan ke mama aja. Lumayan mengobati kerinduan Kakak untuk menceritakan sedikit dari hari-hari yang sedang Kakak lewati. 

Bu, tahun ini Kakak berharap bisa bertemu dengan diri Kakak yang bisa berbesar hati untuk menerima, bahwa akan lebih banyak lagi kenyataan yang sudah tidak bisa sama lagi, seperti biasanya. Diri Kakak yang menjadi cukup dan dimudahkan untuk mensyukuri hari demi hari dengan mereka yang selalu dan berusaha untuk ada buat Kakak.

Kakak akan berusaha untuk selalu menempatkan Al-fatihah dan juga doa pendek setiap kali teringat Ibu, semoga sampai, ya. 

Oh! Jangan lupa juga untuk datang ke mimpi Kakak, ya. Karena Kakak akan selalu rindu.


Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayani saghira




2024, tahun yang baru dengan rindu yang sama.

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS