Aku ingin nantinya mencintaimu dengan bukan lagi sepenuh hati, tapi sepenuh kehidupan yang aku miliki.
Tapi untuk saat ini, biarkan aku mencoba untuk berbicara hanya dengan diriku sendiri,berusaha meyakinkan bahwa apa yang akan aku pertaruhkan untukmu, bukanlah hanya ego diri yang berbicara.
Malam itu, bintang seakan enggan menggeliat di langit. Menyibukan dirinya dengan lain hal, hingga perempuan itu tak mampu melihat dimana mereka berada. Tak ada hembusan angin pun rasa dingin, yang biasanya mampu membuatnya merekatkan tangan lebih kencang lagi.
Perempuan itu berjalan dengan gontai, pikirannya---bukan lagi badannya--- mencoba berdamai dengan emosinya yang menderu dan sesekali membuatnya harus merelakan tetes demi tetes air mata turun menjelajahi pipinya. Hingga akhirnya ia sambut dengan usapan lemah tangannya. Pundaknya naik turun, berdampingan dengan isak tangis yang berusaha ia tahan sedemikian rupa. Perempuan itu malu dengan semesta, ia ingin terus terlihat bahagia, menghargai semua kerja keras semesta yang membuatnya bisa berdiri dengan pastinya di antara semua nikmat bahagia yang ia rasakan kini. Berusaha untuk mendiamkan diri dan menghentikan tangis, sepertinya menjadi pilihan terbaiknya.
Terlalu bahagia, terkadang bisa membuat siapapun lupa. Bahwa bahagia juga meletakkan rasa lelah di akhir permainannya. Perempuan itu terlalu sering berlari, berputar dan tertawa bermainkan rasa bahagia yang membuncah dengan kehidupannya. Ia lupa untuk mengistirahatkan sejenak semua sendi tubuh dan hatinya, bukan, ia bukan sedang merasakan sakit yang menghempas, ia hanya merasakan kelelahan mulai merambat di hari-harinya.
Memiliki sesuatu yang baru dan mengamatinya hari demi hari, merespon apa yang dilakukan, serta meletakkan harapan untuk selalu berdampingan. Perempuan itu mencintai dengan membicarakan segala hal tentang hidupnya, berceloteh bahkan dalam diamnya dengan menggenggam hingga tanpa lepas, mengisyaratkan bahwa ia menaruh separuh kepercayaannya.
Hari demi hari, perempuan itu akhirnya mulai menguapkan rasa kelelahan dari dalam dirinya, setitik demi titik mulai menunjukkan keringatnya. Tak pelak lagi, rasa ingin mencoba hal yang baru lagi datang menghampiri. Hal baru seringkali berkilauan, hingga perempuan itu mendekat dan memandangnya dengan berbinar. Tapi, ia sadar untuk segera pulang dan memanjakan segala hal yang telah ia miliki. Perempuan itu tidak ingin sesuatu yang baru atau mungkin hal yang telah lama di tinggalkan untuk merusak apa yang kini sedang ia miliki untuk di jaga.
Rasa lelahnya seringkali diglitik dengan usapan menarik dari segala hal yang ia miliki, mengajaknya seakan untuk berjaga dan terus melindunginya, menghalaunya dari orang lain atau hal baru yang bisa saja merusaknya. Perempuan itu berusaha mengupayakan segala hal yang ia miliki untuk menjaga, hingga terkadang ia lupa dengan dirinya sendiri.
Hingga akhirnya,
Perempuan itu lupa bahwa ia juga butuh di lindungi dan di genggam erat, merasakan bahwa ada sesuatu yang akan kehilangan ketika ia melangkah pergi. Atau mungkin hanya ingin merasa "dicari" ? Sebagaimana ia berusaha menjadikan segala hal yang ia miliki adalah yang utama. Ketika menomorsekiankan segala yang ia inginkan, untuk segala hal yang miliki.
Perempuan itu menenggelamkan kepalanya dibalik selimut hangatnya kala menghentikan sedunya, mencoba mencari ketenangan diselipan rasa terlindungi walau hanya di dekap lembutnya kapas. Hanya rasa "dibutuhkan" yang teramat besar, yang kini bisa membawanya kembali pulang dan terduduk menjalankan apa yang harusnya ia jalani.
Tapi untuk kali ini, ia meminta semesta sedikit memberinya ruang diantara segala hal kebahagiaan yang ia miliki. Ruang untuk mengambil nafas dan merasakan setiap inci dari dirinya, dan mengegoiskan pikiran hanya untuk memikirkan dirinya sendiri. Mencoba melihat, apakah segala hal yang ia jaga, mampu bertahan meski tanpanya. Ia berjanji untuk selalu ada dan menjaga, kapanpun dan dimanapun, tapi perempuan itu pun tahu diri untuk berubah memutar balikkan arah genggamannya, ketika tahu bahwa segala hal yang ia miliki sudah tidak lagi membutuhkannya. Bukankah sudah hukum alam, bahwa setiap hal akan melakukan perubahan seiring berjalannya waktu ?
Berharap diri dan segala hal miliknya berubah menjadi lebih baik.
Jakarta. Agustus 2014
Sedang bosan dan ingin mengisahkan sesuatu.
No comments:
Post a Comment