SANG WANITA
Cerita ini bermula dari sebuah keputusan final yang aku buat
beberapa bulan sebelumnya. Karena entah sekarang atau nanti, bila memang kenyataan tetap berjalan seperti
ini, aku tau bahwa memang sudah seharusnya berakhir dari awal.
2 bulan yang lalu.
“Mama nanya, kapan
kamu mau melamar aku ? Atau kita hanya akan begini aja terus ?” Aku
bertanya padanya, lelaki yang sudah 5 tahun belakangan ini mengisi keseluruhan
rongga hatiku.
Tapi sayangnya dia hanya tersenyum dan tertawa. Baginya
mungkin ini adalah pertanyaan konyol, tapi sayangnya aku benar-benar merasa
sedang gamang. Aku mulai gusar akan tingkahnya, tetapi berusaha aku tahan demi
hubungan kami.
1 bulan kemudian.
“Kamu dimana ? Aku
jemput ya ?” Aku membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh seseorang,
lelaki yang dulu pernah mengisi hatiku, dulu, 7 tahun yang lalu.
Kini dia kembali datang ke dalam kehidupanku, berdiri tepat
di saat aku dan lelakiku sedang memiliki jarak dalam keheningan. Lelakiku, dia
adalah seseorang yang memiliki segudang kegiatan. Dia sangat suka membingkai
moment dalam balutan tekhnik fotografi, begitu juga aku. Meski passion kami sama, tapi ternyata tidak
dengan pandangan hidup. Sekarang aku dan dia memiliki prioritas sendiri, aku
hanyalah wanita biasa yang memimpikan bisa menghabiskan sisa hidupku
bersamanya, tapi mungkin dia sedang tidak berpikir ke arah sana.
Aku terkadang menghabiskan beberapa waktuku dalam canda
ataupun cerita sehari-hari bersama orang lain, ketika lelakiku sedang tidak mampu
membagi waktunya untukku. Entah sudah berapa kali dia membuatku menunggu untuk
merealisasikan semua janji-janji dan waktunya untukku. Aku berusaha mengerti
kesibukannya, mengerti bahwa dia sedang mengejar mimpi-mimpinya, mengerti bahwa
rupanya aku harus belajar lebih jauh untuk mengerti tentang dirinya.
Hingga suatu malam, di malam pentingnya,
aku tak mampu lagi membendung rasa gelisah yang beberapa malam ini aku
simpulkan akhirnya. Aku memutuskan dengan segenap rasa.
“Aku sudah berulang kali mencoba mengerti tentang kamu. Tentang hubungan kita. Tapi aku rasa kita memang sudah cukup sampai disini. Aku gak bisa lagi begini terus.”
“Kenapa ? Aku salah apa ? Kamu jangan bercanda dong.”
“Aku gak bercanda. Aku udah capek.”
“Aku mohon pengertian kamu kali ini, aku benar-benar sedang berjuang.”
“Aku sudah seringkali mengerti, dan aku rasa, ini saatnya kamu yang mengerti tentang keputusan yang aku ambil.”
Setelah aku mengucap kalimatku, kini hanya hening yang
melingkupi kami berdua. Seakan bermain dengan pikiran masing-masing.
Sakit memang, karena bagiku 5 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk
menghabiskan hari-hari dengan seseorang yang sama. Tapi aku hanya tidak bisa
lagi menerima janjinya untuk sedikit saja memberikan waktunya untukku. Aku
sudah terlalu lama menunggu, kini meski dia acap kali memintaku kembali. Aku hanya membutuhkan waktu dan pembuktian darinya. Karena aku hanya wanita biasa yang
membutuhkan kepastian, ketika kegamangan merasuk. Aku butuh dia menenangkan,
dan kali ini, upayanya untuk meyakinkan telah kalah oleh perasaan letihku.
SANG LELAKI
Bolehkah aku sedikit bercerita untuk melepaskan rasa yang
sedang aku rasakan ? Cerita tentang seorang lelaki yang kini sedang terdiam,
dihantam oleh kenyataan.
Aku mengenal dia, seorang wanita yang mampu membuatku
menjadikannya satu-satunya dalam kurun waktu 5 tahun belakangan ini. Dia sangat
mampu membuatku merasa nyaman, merasa bahwa aku juga hal satu-satunya yang dia
inginkan untuk sisa hidupnya. Aku ternyata telah berada didalam zona nyamanku,
bersama dia.
Pekerjaan yang juga telah bermula dari hobiku dalam membidik
gambar, waktu yang tak tentu entah kapan aku harus menjelajah ataupun sekedar
melepaskan penat ketika terlalu lelah mencari informasi diluar sana. Itulah
kehidupanku akhir-akhir ini. Tetapi meski rasa penat ini seringkali menggodaku
untuk berputus asa, aku tau bahwa ada seorang wanita yang membutuhkanku untuk
bekerja lebih keras lagi dari sekarang, untuk kehidupanku bersamanya kelak.
“Maaf ya, aku dapat telepon dari atasan untuk kesana. Ada berita penting masalahnya. Acara kita diganti minggu depan aja gakpapa kan ?”
Kalimat yang berbeda dengan maksud yang sama seringkali aku
lontarkan kepadanya, ketika pekerjaanku menuntutku untuk hadir. Entah untuk
keberapa kalinya, tapi aku tau dia akan segera mengerti bahwa ini bukan hal
main-main. Aku tau dia akan mengerti, bahwa ini adalah tanggung jawabku. Aku
tau dia akan mengerti, bahwa akan ada saatnya nanti waktuku hanya akan menjadi
miliknya seorang. Aku tau dia akan mengerti dan menungguku kembali.
Beberapa bulan yang
lalu
“Aku serius ini, mama nanya ke aku. Aku bingung harus jawab apa.”
Diawali dengan pertanyaannya yang singkat, kemana hubungan
kami akan dibawa selanjutnya. Orang tuanya ingin aku segera melamarnya,
mungkin. Tapi aku hanya bisa tertawa, karena bagiku tentu saja aku akan
menghabiskan waktuku kelak bersamanya, tapi tidak sekarang. Aku belum siap.
Kini.
Aku bingung harus bagaimana mengatakannya, aku terkejut
dengan kenyataan yang ada. Aku baru tau bahwa beberapa waktu belakangan ini seseorang yang dulu pernah ada
dihidupnya, kini kembali merasuk dipikirannya, dihari-harinya. Geram, kesal,
emosi, entah apa yang harus aku tumpahkan dihadapannya. Bagaimana bisa lelaki
itu kembali hadir, ketika nyatanya hanya aku yang seharusnya mengisi
hari-harinya. Meski aku tahu, bahwa lelaki itu cukup pandai memanfaatkan
kelemahanku, dia sanggup memberikan waktu dan menjanjikan kepastian yang nyata,
ketika aku tidak mampu memberikannya kepada wanitaku.
Hingga akhirnya aku tidak mampu berkata, ketika wanitaku
memutuskan sesuatu yang benar-benar membuatku tersontak hebat.
“Aku sudah seringkali mengerti, dan aku rasa, ini saatnya kamu yang mengerti tentang keputusan yang aku ambil.”
Dia memilih pergi. Memilih menyudahi semua cerita yang kami
miliki beberapa tahun terakhir. Aku berusaha sebisa mungkin meyakinkannya,
bahwa aku dan dia memiliki kesempatan untuk memperbaiki segalanya. Ternyata rasa nyaman dan anggapanku bahwa dia akan selalu mengerti, telah mampu
membuatku terlalu percaya diri, dan kini kehilangan seseorang yang begitu berarti.
Nb : Terinsipirasi dari kisah nyata seorang senior sekaligus sahabat, dengan beberapa perubahan alur. Be tough, dude.