Surat untuk februari ini akan saya
dedikasikan untuk luka lama yang terkadang terlintas, tapi
nyerinya sudah tak lagi mengganggu meski sepintas.
Hai ...
Lama tidak berjumpa, kamu, yang berbelit
akan rasa pedih yang merintih. Luka
lama yang kini sedang saya
perbincangkan sudah tidak terasa lagi, meski didendangkan dengan mata terbuka
dan alunan lagu kesukaan.
Kilas balik, kamu, adalah yang pernah
menjadi alasan utama untuk setiap tetes air yang jatuh dari sudut mata.
Pencetus pertama untuk ketidaknyamanan ketika tertidur, hingga rasa paling
tidak bisa teraba meski hidangan yang tersaji di depan mata adalah apa yang
disuguhkan dengan segenap cita.
Duka, adalah nama panggung yang lupa untuk
di sebutkan, tapi lambat laun saya mengerti adanya. Berperan sangat tak diduga,
menjadikan hidup seorang anak manusia berubah genre; parodi dengan tawa getir
yang melintir. Sialnya, memang sebuah "luka lama" yang tidak
akan pernah saya harapkan kehadirannya, tapi selalu tak pernah lupa untuk
berkunjung di akhir cerita. Satu demi satu pemain bernafaskan kamu, mencoba
memporakpandakan sebuah angan yang sudah membubung tinggi. Sayangnya, rencana
itu berhasil sempurna dan menjatuhkannya kembali dalam bentuk serpihan, tak
bersisa.
Tanya saja bagaimana sebuah genggam yang
dulu melekat erat, perlahan-lahan mengendurkan diri tanpa perlu diminta lagi.
Bagaimana sebuah perjuangan untuk mendobrak sebuah pintu jati diri, akhirnya
lelah dan beranjak pergi.
Meski seringkali candu akan bibirmu yang
melepaskan aksara cinta dan tawa, tanganmu yang penuh sentuhan mesra, matamu
yang merefleksikan masa demi masa, ataupun langkahmu yang seringkali
menyeimbangkan rasa. Saya memilih untuk pamit diri, berkubang dengan segala
yang pedih ternyata mampu membuat jiwa terkikis sedih.
Kembali, saya mengingatkan, berbahagialah.
Lahirlah menjadi sebuah alasan untuk
senyum lain yang tak pernah lagi patah.
Tak perlu lah sering mengenang yang
mungkin lebih baik terduduk di sudut dengan tenang.
Cukup jadikan sandiwara yang pernah
menjadikan kita pemain utama, sebuah cerita yang harusnya terlintas tanpa
terasa kebas.
Begitupun saya, kini sedang bersiap untuk
bertemu hari demi hari yang semoga tidak pernah memakamkan diri.
Jambi, Februari 2017
#SuratUntukFebruari pertama